Pemerintah: UU Cipta Kerja tak bisa rampas tanah rakyat

Tak ada pasal dalam UU Cipta Kerja yang membenarkan pemerintah rampas tanah rakyat.

DPR dan Pemerintah menyetujui pengambilan keputusan tingkat I RUU Cipta Kerja untuk dibawa ke rapat paripurna, Sabtu (3/10/2020)/Foto dok. DPR

Staf Khusus dan Jubir Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), T. Taufiqulhadi menepis tudingan pengamat dan politisi yang menyebut ada pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), yaitu Pasal 121 bahwa pemerintah dapat dengan sewenang-wenang merampas tanah atau rumah warga negara.

"Pernyataan para pengamat dan politisi seperti itu sangat tendensius dan bermaksud buruk. Karena tidak ada pasal dalam UU Cipta Kerja yang membenarkan pemerintah merampas tanah-tanah rakyat," ajar Taufiqulhadi dalam keterangannya, Kamis (8/10).

Dia menegaskan, pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam Pasal 121 UU Cipta Kerja sama sekali tidak mengubah makna dan cara penguasaan oleh pemerintah dari UU sebelumnya, yaitu UU No 2 Tahun 2012.

"Jika memang ada perubahan, itu hanya penyesuaian istilah saja. Dalam UU Cipta Kerja, jika ada lahan dan rumah rakyat yang besertifikat akan ditetapkan untuk kepentingan umum, maka sebelum rencana pembangunan fasilitas umum itu dilaksanakan, maka akan dilangsungkan konsultasi publik terlebih dahulu," jelasnya.

Dijelaskan Taufiqulhadi, dalam konsultasi tersebut harus semua pihak sepakat. Jika masyarakat pemilik lahan atau rumah yang bersertifikat itu belum sepakat, maka tidak boleh pemerintah membangun proyek umum apapun di atas lahan rakyat tersebut.