Azyumardi Azra: Penciptaan BRIN menjadi malapetaka untuk riset dan inovasi

Dengan dilikuidasinya Eijkman, maka terjadilah dekonstruksi kelembagaan dan juga sumber daya manusia, sehingga menjadi tercerai-berai. 

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra. Foto YouTube Alinea

Pada awal 2022, tepatnya 2 Januari 2022, melalui akun Twitter resminya, lembaga Eijkman, mengucapkan kalimat perpisahan yang menyedihkan publik Indonesia.

Peneliti Eijkman menuliskan kalimat perpisahan yang menyayat perasaan publik, setelah 33 tahun lembaga tersebut berkiprah dalam pengembangan penelitian Biologi Molekuler Kesehatan dan Obat di Indonesia dan dunia. 

Lebih menyedihkannya lagi, peleburan Eijkman ke Badan Riset dan Teknologi (BRIN) berujung pada PHK-nya 100 peneliti Eijkman. Lalu bagaimana sebenarnya persoalan tata kelola kelembagaan dan birokrasi kepegawaian BRIN? dan bagaimana masa depan research center Indonesia?

Cendikiawan Indonesia Azyumardi Azra mengungkapkan, penciptaan BRIN yang kemudian mengintegrasikan dan menglikuidasi berbagai Lembaga Penelitian Non Kementerian (LPNK) itu menjadi malapetaka untuk riset dan inovasi Indonesia. Karena menurutnya, dengan dilikuidasinya Eijkman, maka terjadilah dekonstruksi kelembagaan dan juga sumber daya manusia, sehingga menjadi tercerai-berai. 

“Pak Jokowi bilang kita mengeluarkan dana APBN Rp30 triliun untuk penelitian di berbagai lembaga riset dan kementerian, hasilnya apa? Saya bilang Pak Jokowi keliru melihatnya, karena kalau Rp30 triliun dibangun untuk jalan raya/tol jelas kelihatanya. Tetapi kalau untuk riset, apalagi riset misalnya vaksin Merah Putih itu tidak jelas. Jadi cara pandang yang dipakai dalam melihat peneliti/riset dan inovasi ini dengan melihat infrastrukturistik itu tidak cocok,” jelas dia dalam kegiatan zoominari kebijakan publik “Tata Kelola BRIN dan Masa Depan Penelitian Indonesia”, Jumat (7/12).