Pengadilan Tinggi perberat hukuman orang dekat Akil Mochtar

Muhtar Ependy dianggap terbukti melakukan korupsi dan TPPU.

Ilustrasi. Pixabay

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman terdakwa kasus korupsi pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (pilakda) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Muhtar Ependy. Kini divonis delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.

"Terdakwa Muhtar Ependy terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan gabungan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan secara bersama-sama," tulis amar putusan banding majelis hakim, sebagaimana dilansir situs web Mahkamah Agung (MA), Senin (29/6).

Perkara banding itu dipimpin majelis hakim Andriani Nurdin serta dua anggota, I Nyoman Adi Juliasa dan Achmad Yusak.

Dalam pertimbangannya, Ependy dianggap mengenal bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar dan menghubungi secara aktif para calon wali kota Palembang dan bupati Empat Lawang yang kalah dalam pilkada.

"Dengan imbalan uang untuk mengajukan keberatan di Mahkamah Konstitusi, yang nantinya akan dimenangkan pada proses persidangan di Mahkamah Konstitusi," isi amar putusan berikutnya.