Pengadilan Tinggi perberat hukuman orang dekat Akil Mochtar
Muhtar Ependy dianggap terbukti melakukan korupsi dan TPPU.
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman terdakwa kasus korupsi pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (pilakda) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Muhtar Ependy. Kini divonis delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Terdakwa Muhtar Ependy terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan gabungan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan secara bersama-sama," tulis amar putusan banding majelis hakim, sebagaimana dilansir situs web Mahkamah Agung (MA), Senin (29/6).
Perkara banding itu dipimpin majelis hakim Andriani Nurdin serta dua anggota, I Nyoman Adi Juliasa dan Achmad Yusak.
Dalam pertimbangannya, Ependy dianggap mengenal bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar dan menghubungi secara aktif para calon wali kota Palembang dan bupati Empat Lawang yang kalah dalam pilkada.
"Dengan imbalan uang untuk mengajukan keberatan di Mahkamah Konstitusi, yang nantinya akan dimenangkan pada proses persidangan di Mahkamah Konstitusi," isi amar putusan berikutnya.
Perbuatannya juga dinilai signifikan melahirkan tindak pidana korupsi. Perbuatan orang kepercayaan Akil itu juga dianggap merusak tatanan demokrasi yang telah dibangun saat reformasi.
Atas perbuatannya, Ependy dinilai melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dirinya pun dianggap melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pada tingkat pertama, majelis hakim memvonis Ependy 30 bulan penjara dan denda Rp200 juta. Karena lebih rendah dari tuntutan jaksa berupa penjara delapan tahun dan denda Rp450 juta subsider enam bulan kurungan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding.