Pengesahan RUU PKS masih hadapi kendala

Masih ada sebagian masyarakat yang menolak RUU tersebut

Dalam acara Konsultasi Publik Tahunan Komnas Perempuan, Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nakhae’I, mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual  (PKS) merupakan suatu upaya untuk mencegah, menangani, dan melakukan upaya pemulihan terhadap korban kekerasan seksual./Achmad Al Fiqri

Sejak 20 tahun keberadaannya, Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) berupaya menangani beragam kasus kekerasan terhadap perempuan. Salah satu fokus lembaga yang didirikan pada 9 Oktober 1998 itu adalah, mengupayakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.

Dalam acara Konsultasi Publik Tahunan Komnas Perempuan, Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nakhae’I, mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual  (PKS) merupakan suatu upaya untuk mencegah, menangani, dan melakukan upaya pemulihan terhadap korban kekerasan seksual.

Kebijakan yang ada saat ini belum mengakomodasi kebutuhan korban kekerasan seksual. Misalkan saja seperti melakukan penanganan dan pemulihan kepada korban.

Namun, Imam menyayangkan masih ada sebagian masyarakat yang menolak RUU tersebut. Seperti, munculnya petisi yang dibuat Maimon Herawati di situs change.org pada Minggu (27/1) lalu.

Petisi yang berjudul ‘Tolak RUU Pro Zina,’ menyoroti sejumlah poin dalam RUU tersebut, seperti memperbolehkan berhubungan seksual suka sama suka di luar pernikahan. Maimon menganggap hal itu sama dengan melakukan perbuatan zina.