Pengesahan RUU PKS masih hadapi kendala
Masih ada sebagian masyarakat yang menolak RUU tersebut

Sejak 20 tahun keberadaannya, Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) berupaya menangani beragam kasus kekerasan terhadap perempuan. Salah satu fokus lembaga yang didirikan pada 9 Oktober 1998 itu adalah, mengupayakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Dalam acara Konsultasi Publik Tahunan Komnas Perempuan, Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nakhae’I, mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) merupakan suatu upaya untuk mencegah, menangani, dan melakukan upaya pemulihan terhadap korban kekerasan seksual.
Kebijakan yang ada saat ini belum mengakomodasi kebutuhan korban kekerasan seksual. Misalkan saja seperti melakukan penanganan dan pemulihan kepada korban.
Namun, Imam menyayangkan masih ada sebagian masyarakat yang menolak RUU tersebut. Seperti, munculnya petisi yang dibuat Maimon Herawati di situs change.org pada Minggu (27/1) lalu.
Petisi yang berjudul ‘Tolak RUU Pro Zina,’ menyoroti sejumlah poin dalam RUU tersebut, seperti memperbolehkan berhubungan seksual suka sama suka di luar pernikahan. Maimon menganggap hal itu sama dengan melakukan perbuatan zina.
Padahal, dalam merumuskan draft RUU itu, Komnas Perempuan telah melakukan kajian mendalam dengan melibatkan berbagai lembaga. Misalkan saja Kementerian Hukum dan HAM dan Majelis Ulama Indonesia. Itulah sebabnya, orang yang menolak RUU itu, hanya berdasarkan praduga tak berdasar.
“Padahal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini untuk membangun nilai kemanusiaan. Kami meyakini bahwa RUU ini bukan menyasar fisik, tetapi juga martabat kemanusiaan,” ujar Imam dalam acara Konsultasi Publik Tahunan Komnas Perempuan, di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (31/1).
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengatakan, ada beberapa anggota dewan yang menolak RUU tersebut. Ini karena masih banyak perbedaan perspektif di antara anggota dewan
Sehingga RUU yang dirancang sejak 2015 akan sulit di sahkan dalam waktu dekat. Oleh karena itu, ia berharap kepada Komnas Perempuan untuk dapat lebih aktif dalam menyuarakan urgensi kekerasan terhadap perempuan.
“Kalau memang setuju dengan Komnas Perempuan dan pendamping korban, bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagi ruh memberikan keadalilan para korban, mohon untuk ada desakan,” kata Saraswati dalam acara yang sama

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Bailout SVB dan pendanaan startup yang kian selektif
Sabtu, 25 Mar 2023 16:05 WIB
Jerat narkotika di kalangan remaja
Jumat, 24 Mar 2023 06:10 WIB