Penyatuan peneliti dalam satu wadah tak baik bagi demokrasi

Langkah mengintegrasikan litbang kementerian/lembaga ke dalam BRIN menyisakan pertanyaan dan ketidakpastian. 

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Direncanakan selesai akhir Juli 2021, rupanya revisi Peraturan Presiden Nomor 33/2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu molor. Hingga pertengahan Agustus berlalu, revisi belum jelas juntrungannya. Padahal beleid ini menjadi pedoman BRIN melangkah.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko belum bisa memastikan kapan revisi perpres yang diteken Presiden Joko Widodo, 28 April lalu, itu selesai. "Segera dilansir," kata Handoko dalam webinar "Penataan Kelembagaan Litbang" oleh Badan Litbang Kementerian Dalam Negeri, 12 Agustus lalu. 

Handoko mengaku hari-hari ini dia menjadi "tersangka" yang dicari-cari banyak orang. Ia menjadi tempat bertanya akan nasib para peneliti dan perekayasa ke depan. Terutama setelah ada surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo.

Pada surat bertanggal 22 Juli 2021 itu, Tjahjo meminta pejabat pembina kepegawaian di 48 kementerian/lembaga untuk memastikan pengalihan peneliti di badan penelitian dan pengembangan (litbang) ke BRIN tuntas paling akhir 31 Desember 2022. Tersedia tiga opsi integrasi: integrasi total, integrasi parsial atau konversi ke nomenklatur, tugas, dan fungsi berbeda. BRIN akan menerima program, sumber daya manusia (SDM) periset, dan aset lain.

Untuk menjamin karier dan mengantisipasi dampak yang muncul, BRIN dan kementerian/lembaga (K/L) akan memetakan dan menentukan pejabat fungsional peneliti yang dialihkan atau tidak dialihkan. Bagi yang tidak dialihkan ke BRIN, pejabat fungsional bisa beralih ke jabatan fungsional di K/L.