Permohonan perlindungan ke LPSK meningkat

Terutama dari kasus terorisme, korupsi dan kekerasan seksual tehadap anak.

Salah satunya terkait pelayanan para pemohon perlindungan dan amanat Undang-undang./AntaraFoto

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melaporkan terjadi peningkatan permohonan perlindungan ke LPSK, terutama dari kasus terorisme, korupsi dan kekerasan seksual tehadap anak.

"Kekerasan seksual terhadap anak pada 2017 itu terdapat 104 permohonan. Pada 2018 ini sudah tercatat 264 permohonan yang masuk. Sedangkan permohonan dari kasus terorisme meningkat 217%, pada 2017 terdapat 42 permohonan dan 2018 menjadi 133 permohonan. Paling drastis itu kasus korupsi di mana pada 2017 hanya 53 permohonan, di tahun ini terdapat 130 permohonan," papar Ketua LPSK Abdul Haris Sumendawai di Kantor LPSK, Jakarta, Kamis (13/12).

Peningkatan tersebut disebabkan banyak faktor. Salah satunya terkait pelayanan para pemohon perlindungan dan amanat Undang-undang.

"Sebagai contoh adalah Undang-undang No 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme ini, kami dilibatkan untuk menangani korban terorisme. Undang-undang ini bersifat surut artinya LPSK juga perlu menangani korban terorisme masa lalu, membuka keran bagi korban, peristiwa masa lalu untuk mendapatkan layanan," paparnya.

Namun situasi itu dinilai sebagai tren positif bagi LPSK. Sebagai indikasi masyarakat semakin tahu peran dan fungsi dari LPSK. Penegak hukum maupun lembaga-lembaga pendamping korban itu semakin banyak merekomendasikan saksi dan korban ke LPSK.