Perppu Covid-19 pangkas kewenangan DPR

Ahmad Yani: Patut dicurigai agenda politik anggaran yang disusupkan pemerintah dalam Perppu Covid-19. 

Suasana sidang Pengujian Materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (28/4). Foto Antara/Aprillio Akbar/foc.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang penanganan coronavirus atau Covid-19 digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, meteri Perppu tersebut dianggap tidak memiliki urgensi dan alasan hukum yang kuat. 

Apalagi, keuangan negara telah diatur dalam mekanisme pelaksanaan APBN tanpa harus mengeluarkan Perppu. Mantan Anggota DPR, Ahmad Yani mengungkapkan, Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mengatur mekanisme pelaksanan APBN dalam keadaan tidak normal atau darurat, tanpa perlu mengeluarkan Perppu.

"Yang memang sama sekali tidak dikenal dalam rezim penyusunan anggaran negara/keuangan publik. Hal ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3), (4), dan ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara," kata Ahmad Yani, dalam persidangan, Selasa (28/4).

Tanpa mengeluarkan Perppu Covid-19, kata dia, pemerintah bisa memilih skema UU APBNP. Menurut Yani, yang tidak terakomodir dalam skema tersebut hanya terkait kemungkinan membuka defisit anggaran yang tinggi. Sehingga, patut dicurigai agenda politik anggaran yang disusupkan pemerintah dalam Perppu Covid-19 itu.

Perppu Covid-19 tersebut, kata mantan politikus PPP itu, bisa memberikan pemerintah legitimasi hukum untuk berakrobat dalam menyusun anggaran negara hingga tiga tahun ke depan. Khususnya, sebagai legitimasi untuk menambah jumlah pinjaman luar negeri, yang dianggap sebagai jalan paling rasional untuk melakukan pemulihan ekonomi pasca wabah Covid-19.