Persi khawatir ada migrasi kelas peserta BPJS Kesehatan

Kenaikan iuran yang mencapai 100% tersebut dikhawatirkan menyebabkan migrasi kelas pemegang kartu BPJS Kesehatan.

Warga berjalan di lobi kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Timur, di Jakarta, Rabu (30/10).AntaraFoto

Kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan dinilai tidak untuk memberikan jaminan kesehatan dengan peningkatan kualitas layanan dan fasilitas yang baik, tetapi hanya menutupi defisit anggaran.

Hingga akhir 2019 defisit anggaran lembaga jaminan kesehatan tersebut diperkirakan mencapai Rp32 triliun. Angka ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan terus terjadinya tunggakan pembayaran dan pencatatan yang tidak baik.

Anggota Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Hermawan Saputra mengatakan yang paling berdampak dari buruknya tata kelola jaminan kesehatan ini, adalah pihak rumah sakit.  Bahkan, sejumlah pengelola rumah sakit terpaksa mengalihkan kepemilikan karena memiliki tunggakan besar akibat layanan mereka tidak kunjung dilunasi pemerintah, sehingga terpaksa menjual aset.

"Problem utama kita adalah soal tata kelola. Good governance itu masih slogan. Iuran naik hingga 500% sekalipun, bagi kami bukan di situ persoalannya," katanya di Kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (2/11).

Iuran BPJS Kesehatan bukan dikelola rumah sakit, tetapi lembaga jaminan kesehatan. Sementara yang dibutuhkan oleh rumah sakit, adalah bagaimana memberikan jaminan pelayanan efektif dan efisien, dan hal ini perlu bantuan pemerintah.