Politik yang membunuh sains: Kisah muram Lembaga Eijkman

Lembaga Eijkman pernah menjadi laboratorium penting pada masa Hindia Belanda. Lalu, seperti tak diurus di masa Sukarno.

Ilustrasi Lembaga Eijkman. Alinea.id/Aisya Kurnia.

Pada 1886, seorang peneliti Belanda yang mengawali karier sebagai dokter militer Christiaan Eijkman, dikirim ke Hindia Belanda untuk membantu peneliti Winkler dan A.C. Pekelharing meneliti penyakit beri-beri yang tengah membuat porak-poranda. Eijkman sudah mengenal mereka, kala bergabung menjadi staf laboratorium Robert Koch di Berlin, Jerman.

Demi menunjang riset, pada 1888 pemerintah kolonial mendirikan Centraal Geneeskundig Laboratorium (Laboratorium Pusat Medis) di Groot Militair Hospitaal—sekarang RSPAD Gatot Subroto—di Weltevreden, Batavia. Eijkman yang lulusan Universitas Amsterdam kemudian ditunjuk sebagai direkturnya. Kerja Eijkman meneliti beri-beri berbuah manis.

“Eijkman membuahkan karya penelitian mengenai hubungan antara beri-beri dengan vitamin B1,” tulis M. Sahari Besari dalam Teknologi di Nusantara: 40 Abad Hambatan Inovasi (2008).

Berkat penemuan tersebut, pada 1929 bersama ilmuwan Inggris, Sir Fredrick Hopkins, ia menerima hadiah Nobel bidang fisiologi atau kedokteran.

“Eijkman meletakkan dasar-dasar ilmu vitamin modern,” tulis G. Sugrahetty Dyan K dalam “Mengkaji Jasa Eijkman” di Tempo, 22 Desember 1990.