Proses, metode, dan substansi RUU Ciptaker dinilai bermasalah

Rapat pembahasan RUU ciptaker sering tertutup, akomodir pengusaha.

Ketua DPR Puan Maharani memimpin Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan III 2019-2020, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/5)/Foto Antara/Galih Pradipta.

Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) menilai Omnibus Law Rangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang baru disahkan DPR bersama Pemerintah cacat dan bermasalah.

"RUU Cipta Kerja bermasalah baik secara proses, metode, maupun substansinya. Pembahasan yang terus berlangsung selama pandemi dan dilakukan tanpa partisipasi publik yang maksimal, hanya semakin menunjukkan bagaimana tidak pedulinya DPR terhadap suara dan masukan publik," kata PUKAT UGM dalam rilisnya dikutip Rabu, (7/10).

Selain itu, proses pembentukan RUU Cipta Kerja berlangsung cepat, tertutup, dan minim partisipasi publik. "DPR dan pemerintah tetap melanjutkan pembahasan RUU kontroversial ini di tengah kondisi masyarakat yang tengah berjuang di tengah pandemi Covid-19. Omnibus Law RUU Cipta Kerja memiliki kecacatan baik secara formil maupun materiil," bebernya.

Lembaga yang concern dalam isu korupsi ini juga telah mengkaji RUU Cipta Kerja dilihat dari kaca mata isu korupsi, pemerintahan, dan kaidah formil pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Empat catatan