Putusan etik Bharada E, opini publik dinilai jadi pengadilan utama

Hadiah meringankan bagi Eliezer berbanding terbalik dengan putusan-putusan etik sebelumnya menimpa belasan anggota Polri lainnya.

Bharada Eliezer saat menjalani sidang etik. Dokumentasi Polri.

Ketua Setara Institute Hendardi menilai, opini publik masih menjadi pengadilan utama dalam putusan sidang etik  Bharada Richard Eliezer alis Bharada E. Terpidana pembunuhan Brigadir J itu diputus demosi satu tahun dan tetap menjadi anggota Polri. 

Menurut Hendardi, pada putusan tersebut tampak sekali mengikuti arus utama publik yang menganggap Bharada Eliezer layak mendapat keringanan hukuman, termasuk tetap menjadi anggota Polri.  Alasan meringankan Eliezer dalam putusan etik itu karena posisinya sebagai justice collaborator (JC) dan tidak pernah dihukum. 

"Di luar konteks fakta persidangan, sesungguhnya opini publik telah menjadi pengadil utama dalam kasus ini, khususnya terkait Eliezer," ujar Hendardi kepada Alinea.id, Jumat (24/2).

Ditambahkan Hendardi, hadiah meringankan yang datang bertubi-tubi bagi Eliezer berbanding terbalik dengan putusan-putusan etik sebelumnya yang menimpa belasan anggota Polri, khususnya dari Polda Metro Jaya, korban 'prank' Ferdy Sambo. Posisi sejumlah anggota di wilayah hukum Polda Metro Jaya jelas memungkinkan menjadi korban 'prank' karena peristiwa terjadi di Jakarta.

Sidang etik sebelumnya memutus pelanggaran sejumlah anggota yang bahkan tidak terlibat tindak pidana sama sekali, tetapi dihukum demosi lebih berat dari Eliezer.