Rizieq Shihab dinilai memainkan emosi massa

Dalam beberapa kali sidang kasus dugaan menghasut hingga terjadi kerumunan di Petamburan dan Tebet, Rizieq membangun citra seolah dizalimi.

Adrianus Meliala di Kantor Ombudsman Jakarta, Kamis (18/07/2019). Foto Antara/Kuntum Khaira Riswan

Krimininolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala menilai, Rizieq Shihab berupaya membangun psikologi massa. Dalam beberapa kali sidang kasus dugaan menghasut hingga terjadi kerumunan di Petamburan dan Tebet, Rizieq membangun citra seolah dizalimi.

"Ini strategi yang mungkin efektif memainkan psikologi massa. Massa bisa semakin marah atas dimunculkannya persepsi bahwa HRS (Rizieq Shihab) dizalimi melalui "drama" ini. Ada juga kemungkinan, orang yang bukan pendukungnya ikut-ikut simpati," kata Adrianus Meliala kepada wartawan, Rabu (24/3).

Awalnya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan menggelar sidang kasus ini secara online. Majelis tidak ingin kehadiran Rizieq di ruang pengadilan menimbulkan kerumunan massa. Perma Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Pidana Secara Elektronik menjadi landasan.

Namun, Rizieq dan kuasa hukum menolak sidang virtual atau online. Rizieq merasa diperlakukan tidak adil, lalu meninggalkan sidang. Beberapa kali ia dan kuasa hukum meluapkan emosi. Setelah beberapa kali "drama", majelis hakim akhirnya mengambulkan keinginan Rizieq untuk hadir langsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Adrianus menyebut sidang offline akan lebih menguntungkan Rizieq secara taktis. Kemungkinan massa akan berbondong ke pengadilan untuk memberikan dukungan.