Rizieq Shihab terancam dijerat Pasal 212 dan 216 KUHP

Hak pasien tak bisa dibuka dengan dalil UU Kesehatan tidak berlaku dalam situasi gawat darurat kesehatan.

Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Rizieq Shihab (tengah), memberikan keterangan saat bertemu Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/1/2017). Foto Antara/Hafidz Mubarak A.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menegaskan, pemerintah takkan menyebarluaskan informasi pribadi pasien Covid-19 kepada khalayak. Dibutuhkan hanya untuk penanganan pandemi.

Diakuinya, pasien berhak catatan kesehatannya tidak dibuka tanpa persetujuannya sebagaimana mandat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun, tidak bisa diterapkan saat penanganan pandemi mengingat ada dalil ketentuan hukum khusus (lex specialis derogate legi generali) sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Dengan demikian, alasan hak pasien tersebut bisa dianggap sebagai upaya penghalang-halangan terhadap petugas untuk penyelamatan masyarakat umum. Pun terancam dijerat Pasal 212 dan 216 KUHP. “Jadi, ada perangkat hukum di sini yang bisa diambil oleh pemerintah,” tutur Mahfud dalam telekonferensi, Minggu (29/11).

Karenanya, sikap pentolan Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab, yang menolak mengikuti penelusuran kontak erat (tracing) oleh Satuan Tugas (Satgas) Penangan Covid-19 disesali. Padahal, kerap membuat kerumunan yang berpotensi melakukan terpapar SARS-CoV-2.

Mahfud lantas meminta Rizieq bertindak kooperatif dalam rangka penegakan hukum. “Kalau merasa diri sehat, tentunya tidak keberatan untuk memenuhi panggilan aparat hukum memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan demi keselamatan bersama."