Saat remaja ibu kota 'bergaya' dengan vape

Banyak remaja menjadi perokok elektronik karena dipengaruhi konten media sosial dan ajakan teman sebaya.

Ilustrasi perokok elektronik. /Foto Unsplash

Hujan deras mengguyur sebagian besar wilayah Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (17/11) petang itu. Di sebuah gubuk semi permanen yang tak jauh dari Stasiun Pondok Ranji, Doni, 14 tahun, sedang nongkrong bersama lima sobatnya. 

Bagi Doni dan kawan-kawan, "fasilitas" di gubuk itu terbilang lengkap. Berjarak hanya selemparan batu, ada sebuah warung kopi yang bisa menyediakan kebutuhan minuman dan makanan bagi mereka. Suplai listrik tanpa batas juga bisa diakses dari sebuah stop kontak di gubuk tersebut. 

Tempat itu, sebagaimana disepakati Doni dan sobat-sobatnya, ideal untuk main gim bareng (mabar) di ponsel. Khusus bagi Doni, ajang mabar itu juga ia manfaatkan untuk vaping alias merokok elektronik. Kebetulan, ia baru saja membeli liquid dengan rasa baru.   

"Kemarin, udah nyobain rasa kopi. Tapi, bosen. Sekarang, coba rasa yakult (salah satu merek minuman probiotik)," ucap Doni saat berbincang dengan Alinea.id.

Doni mengaku merokok sejak kelas 7 SMP atau sekitar setahun yang lalu. Ia "kucing-kucingan" lantaran belum diperbolehkan merokok oleh orang tuanya. Belakangan, ia kecanduan vaping setelah rokok elektronik yang punya beragam varian rasa itu ngetren di kalangan remaja di dekat rumahnya.