Siapa cocok pimpin lembaga pemberantas rasuah?

Dalam jajaran pimpinan KPK disebut perlu ada unsur kepolisian dan kejaksaan.

Ketua Pansel KPK Yenti Garnasih (kedua kiri) berbincang bersama anggota Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan (kiri), mantan Ketua KPK Antasari Azhar (kedua kanan) dan pakar pidana Universitas Pelita Harapan Jamin Ginting (kanan) sebelum menjadi pembicara diskusi Dialektika Demokrasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Antara Foto

Presiden Joko Widodo resmi menandatangani susunan panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Mei 2019. Ada 9 nama yang didaulat jadi panitia seleksi. Mereka terdiri atas Yenti Ganarsih, Indriyanto Seno Adji, Harkristuti Harkrisnowo, Hamdi Moeloek, Marcus Priyo, Hendardi, Al Araf, Diani Sadia, dan Mualimin Abdi.

Diketuai Yenti, pansel capim KPK berjanji akan bekerja secara serius dan objektif dalam mencari pimpinan KPK untuk periode 2019-2023. Hal tersebut sebagaimana terkandung dalam nilai-nilai yang tertuang pada Undang-Undang KPK dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

“Undang-undang mengatakan ada unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Unsur pemerintah termasuk penegak hukum. Meskipun kita tidak mengharuskan polisi dan jaksa masuk ke dalam capim KPK. Pokoknya unsur pemerintah harus masuk,” kata Yenti saat ditemui di Jakarta.

Menurut Yenti, tahapan penyeleksian calon pimpinan KPK kali ini prosesnya lebih panjang ketimbang empat tahun silam. Karena punya banyak waktu, pansel capim KPK melibatkan lembaga lain seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BPNT) dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Bahkan pihaknya akan menggelar debat publik bagi para capim KPK terpilih. 

Yenti menjelaskan, isu radikalisme dan narkotika tidak luput dari penilaian para pansel capim KPK. Menurutnya isu radikalisme dan narkoba sudah menjadi isu global. Diharapkan para komisioner KPK bisa bekerja dengan serius dan bertanggung jawab dengan mengedepankan nasionalisme.