Dianggap sumber masalah, PDIP harus tanggung jawab dalam kasus suap KPU

PDIP dianggap sebagai pihak yang memulai dan memaksakan kehendak untuk PAW, sehingga terjadi penyuapan pada komisioner KPU.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri berbincang dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di sela penutupan Rakernas I PDIP di Jakarta, Minggu (12/1/2020). Foto Antara/Aditya Pradana Putra

Kasus suap penetapan anggota DPR RI 2019-2024 dari PDIP dinilai tak cukup hanya menjerat Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan. PDIP yang mengusulkan penggantian antarwaktu atau PAW terhadap Harun Masiku, dinilai menjadi pangkal terjadinya kasus tersebut.

Ahli hukum administrasi negara Universitas Nusa Cendana Johanes Tuba Helan mengatakan, PDIP menjadi pihak yang memulai dan memaksakan kehendak melakukan PAW. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan aturan yang berlaku.

"Demi keadilan, PDIP harus ikut bertanggung jawab. Tanggung jawab hukum tidak boleh hanya dibebankan pada Komisioner KPU yang terkena operasi tangkap tangan (OTT), karena PDIP yang memulai dan memaksakan kehendak untuk melakukan PAW," katanya di Kupang, NTT, Senin (13/1).

Pemaksaan kehendak oleh PDIP, tercermin melalui upaya yang mereka lakukan kepada KPU. Saat menyampaikan kronologi kasus tersebut, Ketua KPU Arief Budiman menyebut PDIP mengirimkan surat agar pihaknya memberikan kursi warisan Nazarudin Kiemas, caleg terpilih yang meninggal sebelum dilantik sebagai anggota DPR RI 2019-2024, kepada Harun Masiku. KPU mengabaikan permohonan PDIP dan menetapkan Riezky Aprilia karena dinilai lebih berhak mengisi posisi tersebut, sebagai pemilik suara terbanyak kedua setelah Nazarudin Kiemas.

Ada tiga surat yang dikirim PDIP pada KPU, memohon agar Harun Masiku ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas. Permohonan pertama disampaikan dalam surat bernomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 tertanggal 5 Agustus 2019, perihal Permohonan Pelaksanaan Putusan MA Republik Indonesia No. 57P/HUM/2019. Surat tersebut ditandatangani Bambang DH dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.