Tafsir peleburan lembaga iptek oleh BRIN dibawa ke MK

Dua peneliti mengajukan uji materi Pasal 48 UU Sisnas Iptek. Meminta tafsir 'terintegrasi' tak dimaknai peleburan.

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Dua peneliti mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keduanya menguji makna 'terintegrasi' yang tertuang di Pasal 48 (ayat 1) Undang-undang Nomor 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) sebagaimana telah diubah oleh Pasal 121 UU Nomor 11/2021 tentang Cipta Kerja. 

Eko Noer Kristianto dan Heru Susetyo, dua peneliti itu, mendaftarkan uji materi ke MK pada 18 Agustus 2021. Eko adalah peneliti madya pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan Heru adalah anggota Dewan Riset Daerah DKI Jakarta dan peneliti di Lembaga Riset dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).

Menurut kuasa hukum keduanya, Wasis Susetio, pemohon ingin mendapatkan kepastian tafsir 'terintegrasi' yang multitafsir. Oleh pemerintah, 'terintegrasi' dimaknai sebagai peleburan lembaga-lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bidang iptek (Batan, Lapan, LIPI, dan BPPT) juga litbang di 48 kementerian/lembaga.

Wasis mengakui, peleburan yang berarti pembubaran itu menimbulkan keresahan peneliti/perekayasa di banyak lembaga riset dan litbang. Bukan hanya di 4 LPNK dan balitbang K/L, tapi juga di yudikatif. "Tapi tak mungkin wacana terus, perlu justifikasi melalui jalur hukum," kata Wasis kepada Alinea.id, Minggu (29/8).

Pasal Pasal 48 (ayat 1) UU 11/2019 juncto Pasal 121 UU 11/2020 berbunyi: "Untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional."