Terdakwa Komisaris Wilmar keberatan atas dakwaan JPU

Kuasa hukum Parulian Tumanggor menilai kliennya adalah korban inkonsistensi kebijakan Kemendag.

Tim kuasa hukum terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati, Master Parulian Tumanggor,  menyampaikan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya periode Januari 2021-Maret 2022 atau perkara minyak goreng. Master Parulian Tumanggor merupakan salah satu dari lima terdakwa dalam perkara ini.

Juniver Girsang, kuasa hukum Parulian menyebut, kliennya merupakan pihak dirugikan atas kebijakan terkait pemenuhan kebutuhan minyak goreng (migor) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"Klien kami adalah korban dari inkonsistensi kebijakan dari Kementerian Perdagangan. Bayangkan, dalam waktu tidak sampai 3 bulan, ada 11 peraturan yang berubah, yang tidak jelas bagaimana pelaksanaannya. Ini yang menyebabkan klien kami dan produsen lain termasuk Wilmar, menjadi korban dari kebijakan," kata Juniver dalam keterangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (6/9).

Adapun kebijakan yang dimaksud yakni mewajibkan produsen/eksportir CPO memenuhi kebutuhan migor dalam negeri (DMO) dengan harga tertentu (DPO) sebagai syarat untuk memperoleh persetujuan ekspor (PE) CPO. Dikatakan Juniver, inkonsistensi kebijakan tersebut menyebabkan kerugian bagi Wilmar Group senilai lebih dari Rp1,6 triliun.

"Padahal timbulnya kelangkaan minyak goreng adalah didasarkan oleh ketentuan Kementerian Perdagangan yang tidak konsisten, yang mana menimbulkan kerugian kepada produsen minyak goreng demikian juga kepada Wilmar Group lebih dari Rp1,6 triliun," ujarnya.