sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Terdakwa Komisaris Wilmar keberatan atas dakwaan JPU

Kuasa hukum Parulian Tumanggor menilai kliennya adalah korban inkonsistensi kebijakan Kemendag.

Gempita Surya
Gempita Surya Selasa, 06 Sep 2022 13:14 WIB
Terdakwa Komisaris Wilmar keberatan atas dakwaan JPU

Tim kuasa hukum terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati, Master Parulian Tumanggor,  menyampaikan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya periode Januari 2021-Maret 2022 atau perkara minyak goreng. Master Parulian Tumanggor merupakan salah satu dari lima terdakwa dalam perkara ini.

Juniver Girsang, kuasa hukum Parulian menyebut, kliennya merupakan pihak dirugikan atas kebijakan terkait pemenuhan kebutuhan minyak goreng (migor) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"Klien kami adalah korban dari inkonsistensi kebijakan dari Kementerian Perdagangan. Bayangkan, dalam waktu tidak sampai 3 bulan, ada 11 peraturan yang berubah, yang tidak jelas bagaimana pelaksanaannya. Ini yang menyebabkan klien kami dan produsen lain termasuk Wilmar, menjadi korban dari kebijakan," kata Juniver dalam keterangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (6/9).

Adapun kebijakan yang dimaksud yakni mewajibkan produsen/eksportir CPO memenuhi kebutuhan migor dalam negeri (DMO) dengan harga tertentu (DPO) sebagai syarat untuk memperoleh persetujuan ekspor (PE) CPO. Dikatakan Juniver, inkonsistensi kebijakan tersebut menyebabkan kerugian bagi Wilmar Group senilai lebih dari Rp1,6 triliun.

"Padahal timbulnya kelangkaan minyak goreng adalah didasarkan oleh ketentuan Kementerian Perdagangan yang tidak konsisten, yang mana menimbulkan kerugian kepada produsen minyak goreng demikian juga kepada Wilmar Group lebih dari Rp1,6 triliun," ujarnya.

Juniver menyebut, pihak yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban terkait masalah hilangnya migor di pasaran adalah Kementerian Perdagangan. Sebab, menurutnya, ini adalah masalah pendistribusian yang tidak dapat ditangani secara baik dan benar.

"Seharusnya dengan ketentuan yang menjadi masalah itu, Kejaksaan harus meminta pertanggungjawaban terhadap persoalan itu. Bukan malahan kita ini, produsen, menjadi yang dimintai pertanggungjawabannya," ujar dia.

Selain itu, pihak Parulian menilai JPU tidak cermat dalam menguraikan dakwaan kepada kliennya soal melanggar ketentuan dalam UU Perdagangan, Permendag 19/2021, Permendag Nomor 08 Tahun 2022, Kepmendag Nomor 129 Tahun 2022 dan Kepmendag Nomor 170 Tahun 2022. Di mana pada beleid yang didakwakan kepada Parulian tersebut tidak memuat sanksi pidana.

Sponsored

Ditambahkan Juniver, dalam eksepsi pihaknya menyebut dakwaan JPU sebagai error in persona, sebab Parulian bukan pejabat di Kementerian Perdagangan yang berwenang menerbitkan PE.

"Terdakwa bukan pemohon izin ekspor CPO dan juga bukan eksportir penerima PE CPO. Terdakwa juga tidak pernah menerima penugasan dari Wilmar Group untuk mengajukan permohonan izin ekspor CPO atas nama PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi Nabati Sulawesi dan PT Wilmar Bioenergi Indonesia," ucap dia.

Sebelumnya, lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada Januari 2021-Maret 2022 atau perkara minyak goreng didakwa merugikan negara hingga Rp18,3 triliun. Dakwaan disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) di dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (31/8).

Kelima terdakwa tersebut yakni bekas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana, serta penasihat kebijakan/analis Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Kemudian, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.

"Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," kata JPU.

Atas perbuatannya, para terdakwa terancam melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Berita Lainnya
×
tekid