Tersudut kasus Wahyu Setiawan, PDIP 'unjuk tanduk'

'Partai banteng moncong putih' menganggap, yang sebenarnya terjadi adalah penipuan dan pemerasan.

Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto (tengah); didampingi Ketua DPP Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-Undangan, Yasonna Laoly (kedua kiri); Ketua DPP Bidang Hubungan Luar Negeri, Ahmad Basarah (kiri); serta Tim Hukum PDIP, Teguh Samudera (kedua kanan) dan I Wayan Sudirta (kanan) saat menyampaikan keterangan pers di kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (15/1/2020). Foto Antara/Dhemas Reviyanto

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kini "unjuk tanduk". Melakukan "perlawanan" dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lantaran merasa disudutkan.

Misalnya, menganggap KPK tak menyingkap kasus itu melalui operasi senyap. Alasannya, taksesuai dengan definisi tertangkap tangan dalam Pasal 1 angka 19 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP).

Tertangkap tangan menurut ketentuan, terang Ketua Tim Hukum DPP PDIP, Teguh Samudera, adalah tertangkapnya seseorang kala tengah melakukan pidana atau beberapa saat waktu kemudian. Lalu, diserukan khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya.

"Atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk  melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan, bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu," ucapnya melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu (15/1).

Tim hukum berisikan 12 advokat. Dibentuk "partai banteng moncong putih" dalam merespons kasus tersebut. Lantaran melibatkan beberapa kadernya. Macam Agustiani Tio Fridelin, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah.