ICW ungkap 3 alasan Napoleon dan Prasetijo layak dihukum berat

ICW desak Polri pecat dua perwira tinggi itu dengan tidak hormat.

Mantan Kadiv Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte (mengenakan rompi tahanan), saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejari Jaksel, DKI Jakarta, Jumat (16/10/2020). Foto Antara/Rommy S.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat terhadap Brigadir Jenderal Pol. Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Pol. Napoleon Bonaparte terlalu ringan. Bagi ICW, vonis terkesan mengecilkan pemaknaan kejahatan korupsi oleh dua perwira tinggi Polri itu.

"ICW beranggapan vonis yang pantas dijatuhkan kepada Prasetijo dan Napoleon adalah penjara seumur hidup. Keduanya juga layak diberi sanksi denda sebesar Rp1 miliar," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana secara tertulis, Kamis (11/3).

Dalam kasus suap red notice terpidana hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra, Prasetijo divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan karena terima suap US$100.000. Napoleon divonis 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan bui lantaran terima suap US$370.000 serta S$200.000.

Keduanya terbukti melanggar Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

ICW, lanjut Kurnia, juga mempertanyakan dasar putusan majelis yang menggunakan Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor. Menurutnya, itu mengakibatkan vonis terdakwa menjadi sangat ringan karena maksimal ancaman dalam pasal itu hanya lima tahun penjara.