Perdagangan orang saat pandemi: Sindikat kian kreatif, korban kian "pasrah" 

Dipicu memburuknya perekonomian, kasus perdagangan orang kian marak di tengah pandemi Covid-19.

Ilustrasi tindak pidana perdagangan orang. Alinea.id/Firgie Saputra

Kasus-kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kian marak saat pandemi Covid-19. Desakan ekonomi karena pendapatan menurun dan kehilangan pekerjaan membuat sebagian orang dengan mudah diperdaya sindikat perdagangan orang. Warga miskin di pedesaan jadi salah satu sasaran utama. 

Menurut Ketua Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi) Karsiwen, rekrutmen buruh migran jadi salah satu modus yang paling lazim ditawarkan sindikat TPPO. Itu setidaknya terlihat dari sejumlah kasus TPPO yang saat ini tengah diadvokasi Kabar Bumi di Nusa Tenggara Timur (NTT). 

"Calo-calo ini ada yang mendatangi desa-desa. Kasus di NTT, calo-calo ini membawa mereka ke Kupang lalu ditampung beberapa malam sambil nunggu paspor. Nanti dia diterbangin ke Surabaya, terus diterbangin lagi ke Medan. Lalu, mereka dipindahkan lagi ke Batam untuk kemudian masuk Malaysia walaupun masih lockdown," ujar Karsiwen kepada Alinea.id, Minggu (7/11).

Sejak awal 2021, sudah ada tujuh korban TPPO yang didampingi Kabar Bumi. Empat korban yang didampingi berasal dari NTT. Sisanya dari Jawa Barat dan sejumlah daerah lainnya yang terkenal sebagai daerah penyalur buruh migran. 

"Mereka sudah diterbangkan ke Malaysia, namun tertangkap di sana dan akhirnya kami dampingi. Korban ada yang dari NTT dan Jawa Barat. Dari empat korban yang kami dampingi dari NTT itu, mereka ditawarkan bekerja di Malaysia dengan gaji yang tinggi," jelas Karsiwen.