Pengamat nilai vonis terdakwa kasus migor bertentangan dengan keadilan

Vonis para terdakwa kasus migor dipandang mencederai keadilan masyarakat karena perbuatan mereka menyebabkan kelangkaan.

Seluruh terdakwa kasus migor saat sidang putusan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (4/1). Alinea.id/Gempita Surya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada lima terdakwa perkara korupsi minyak goreng (migor) jauh dari rasa keadilan.

Pada perkara ini, kelima terdakwa divonis pidana sekitar satu sampai tiga tahun dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan. Vonis ini jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut terdakwa dihukum tujuh hingga 12 tahun dan membayar uang pengganti.

"Hukuman yang hanya satu tahun saja sangat dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan dalam masyarakat," kata Fickar kepada Alinea.id, Kamis (5/1).

Fickar menilai, meski naiknya harga migor tidak disebabkan oleh faktor tunggal, namun perbuatan para terdakwa jelas merupakan faktor yang memicu kelangkaan dan naiknya harga minyak goreng. Menurutnya, perlu dilakukan upaya hukum banding terhadap vonis tersebut.

"Vonis ini jelas jauh dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Karena itu, terhadap putusan ini harus dilakukan upaya hukum banding," ujar dia.