YLBHI beber "modus" praktik penahanan di Indonesia

YLBHI melakukan riset terhadap 113 kasus penahanan di seluruh Indonesia.

Foto Ilustrasi/Pixabay.

Wakil Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Aditia Bagus Santoso mengungkapkan celah penyidik kepolisian dalam praktik penahanan di Indonesia.

Berdasarkan riset terhadap 113 kasus penahanan di seluruh Indonesia, penyidik biasanya menggunakan 69 pasal dari 13 undang-undang (UU). Rinciannya, sebanyak 55 pasal berisi ancaman di atas 5 tahun dan 14 pasal sisanya memuat ancaman di bawah 5 tahun.

Dari 14 pasal dengan ancaman di bawah 5 tahun tersebut, empat pasal dikecualikan dan dapat dilakukan penahanan, yaitu 335 (1); 372; 378; serta 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, 10 pasal sisanya juga tetap dapat digunakan untuk menahan terduga.

Aditia menambahkan, terdapat dua alasan di balik mengapa penyidik kepolisian masih bisa melakukan penahanan dengan 10 pasal berisi ancaman di bawah 5 tahun tersebut. Pertama, penyidik menggunakan kombinasi pasal.

“Misalnya menggunakan pasal pencurian ringan, kemudian pasal pencurian berat, yang lain pasal 172 (menganggu ketenangan dengan teriakan). Dari tiga pasal itu, ada satu pasal yang ancamannya di atas 5 tahun, sehingga penyidik memiliki dalih melakukan penahanan. Walaupun yang paling mendekati kejahatannya adalah pencurian ringan,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (11/2).