Kemenpora masih kesulitan manfaatkan Iptek untuk tingkatkan prestasi atlet

Kemenpora belum mempunyai big data analytic dan  masih melakukan identifikasi calon atlet berbakat secara manual.

Pasangan Greysia Polii/Apriyani Rahayu mengukir sejarah di Olimpiade 2020 Tokyo, mereka tampil sebagai ganda putri Indonesia pertama yang sukses merebut medali emas di Olimpiade. Foto: nocindonesia

Kementerian Pemuda dan Olahraga mengaku masih mengalami kesulitan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru untuk meningkatkan prestasi atlet, dalam kancah internasional. 

“Sampai saat ini, kami harus akui belum mempunyai database yang baik. Kami belum mempunyai big data analytic. Kami masih melakukan identifikasi calon atlet berbakat secara manual. Padahal di dalam mencari bibit atlet, kita harus melakukan dengan teknologi yang terbaru,” ujar Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Chandra Bhakti, dalam webinar, Rabu (1/9).

Mungkin itu sebabnya, dalam beberapa ajang olahraga internasional, sumbangan medali hanya berasal dari cabang olahraga saja, seperti bulutangkis, angkat besi dan panahan. Hal itu juga terkonfirmasi pada Olimpiade Tokyo, beberapa waktu lalu. 

Padahal, Kemenpora telah memiliki desain besar olahraga. Di dalamnya terdapat 14 cabang olahraga olimpiade unggulan, yakni bulutangkis, angkat besi, panjat tebing, panahan, menembak, wushu, karate, tekwondo, balap sepeda, atletik, renang, dayung (rowing dan canoe), senam artistik dan pencak silat. 

Sedangkan, di paralimpiade terdapat lima cabang olahraga unggulan, yakni para power lifting, table tennis, badminton, para atletik dan para swimming.