close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pesenam./Foto Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi pesenam./Foto Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Olahraga
Sabtu, 27 September 2025 11:56

Gimnastik: Olahraga yang rentan cedera

Gimnastik adalah olahraga yang membutuhkan kekuatan, kelenturan, keseimbangan, kelincahan, koordinasi, presisi, dan konsentrasi.
swipe

Atlet gimnastik Naufal Takdir Al Bari, 19 tahun, meninggal dunia di Penza, Rusia, Kamis (25/9). Federasi Gimnastik Indonesia (FGI) dalam keterangan resminya menyebut, meninggal usai menjalani perawatan selama 12 hari di Rumah Sakit G.A. Zakharyin. Penyebabnya, kecelakaan saat latihan.

Dikutip dari Forbes, dia mengalami cedera leher serius usai jatuh dengan posisi yang tak pas ke dalam lubang berisi busa, saat berlatih di palang horizontal.

Sejak 1 September 2025, Naufal bersama empat atlet gimnastik Indonesia mengikuti program pemusatan latihan di The Palace of Sport Training Cender Burtasy, Penza, Rusia. Naufal adalah atlet gimnastik potensial Indonesia. Dia dipersiapkan berlaga di Kejuaraan Dunia Gimnastik Artistik pada Oktober ini di Jakarta. Naufal juga diproyeksikan tampil dalam Olimpiade 2028 di Los Angeles, Amerika Serikat.

Risiko cedera serius

Gimnastik adalah olahraga yang membutuhkan kekuatan, kelenturan, keseimbangan, kelincahan, koordinasi, presisi, dan konsentrasi untuk melakukan berbagai gerakan, seperti melompat dan mengayun tubuh. Maka dari itu, olahraga ini rentan menyebabkan cedera.

Pada akhir Juli, atlet gimnastik Italia Lorenzo Bonicelli mengalami koma yang diinduksi secara medis setelah terjatuh saat mengikuti sebuah kompetisi. Tahun 1988, atlet gimnastik Amerika Serikat Julissa Gomez mengalami kelumpuhan karena insiden saat melompat. Pada 1991, dia meninggal dunia akibat komplikasi dari cederanya. Pesenam terkenal asal Uni Soviet—kini Rusia—Elena Mukhina mengalami tragedi serupa. Dia dikenal karena melakukan salto Thomas—yang kini sudah dilarang.

Dua minggu sebelum Olimpiade 1980, Mukhina mengalami patah leher saat latihan, yang membuatnya lumpuh permanen. Dia meninggal pada 2006, dalam usia 46 tahun. Lalu, pada 2021 pesenam Kamerun, Severine Emeraude Djala Abaka meninggal dalam kecelakaan saat berlatih di palang bertingkat.

Dalam studi observasi selama 10 tahun (2001-2011), para peneliti yang studinya diterbitkan di jurnal Sports Health (2015) menemukan, tingkat cedera pada pesenam pria tercatat 8,78 per 1.000 atlet, sedangkan perempuan 9,37 per 1.000 atlet.

Pesenam perempuan lebih sering mengalami cedera serius dan lebih sering mendapatkan operasi setelah cedera. Area tubuh yang paling sering cedera pada pria adalah tangan dan pergelangan tangan (24%), sedangkan perempuan pada kaki dan pergelangan kaki (39%).

“Yang mengejutkan, angka ini sebanding dengan sepak bola dan olahraga kontak fisik lainnya,” tulis Physioinq.

Menurut American Association of Neurological Surgeons, risiko cedera serius pada leher bagi atlet senam terjadik ketika pesenam gagal meraih palang saat melakukan lompatan dan jatuh dengan posisi yang salah. Secara normal, tulang belakang leher menyerap benturan lewat otot, bantalan antarruas tulang, dan tulang di sepanjang kurva tulang belakang C. Namun, ketika leher terbentur, gaya benturan tersebut menciptakan beban aksial abnormal, yang dapat menyebabkan robekan pada ligamen atau tulang.

Meski begitu, cedera paling umum bagi atlet gimnastik bukan pada leher. Menurut Health University of Utah, cedera umum yang dialami atlet gimnastik, antara lain cedera pada pergelangan tangan, keseleo atau tegang otot, cedera tendon achilles di bagian belakang kaki, dan cedera ligamen anterior cruciatum (ACL) di lutut.

Cedera lainnya meliputi fraktur di pergelangan tangan, hernia diskus, cedera jari dan tangan, kerusakan tulang rawan, dislokasi, dan cedera kepala.

“Salah satu hal yang unik dalam senam adalah beban besar pada bagian tubuh atas, terutama tangan dan lengan. Tidak banyak olahraga lain yang menuntut atlet menggunakan anggota tubuh bagian atas seintens ini,” kata dokter tim untuk senam di University of Utah, Stephen Aoki, dikutip dari situs Health University of Utah.

Pencegahan

Health University of Utah menyebut, strategi pencegahan cedera bagi pesenam, antara lain teknik yang tepat, kekuatan dan pengondisian, pemanasan yang tepat, pendinginan, istirahat dan pemulihan, serta pola makan yang seimbang.

Stephen Aoki pun menekankan, kesehatan mental merupakan aspek penting lainnya bagi pesenam. "Sangat sulit untuk pulih atau mencapai performa yang diharapkan ketika seorang atlet kesulitan mengatasi stres, kecemasan, atau depresi," kata Aoki.

Sementara itu, menurut dokter spesialis olahraga Marie Schaefer dalam Cleveland Clinic, melakukan olahraga yang sama sepanjang tahun meningkatkan risiko cedera karena berlebihan. Dia menyarankan untuk mencoba olahraga lain, selama masa off-season.

Selain itu, Schaefer mengatakan, perlu pula memperkuat otot-otot di perut, punggung bawah, pinggul, dan panggul—yang merupakan sistem penopang tubuh. Tanpa otot inti yang kuat, kata dia, otot-otot lain lebih rentan terhadap cedera.

Schaefer menjelaskan, pesenam lebih rentan cedera saat kompetisi dibanding saat latihan. Maka, dia menyarankan untuk mengonsumsi nutrisi yang tepat sebelum latihan dan kompetisi.

“Makanlah makanan ringan sekitar dua jam sebelum lomba,” kata Schaefer.

“Beberapa pesenam juga membutuhkan tambahan karbohidrat saat kompetisi yang panjang atau intens. Cobalah beberapa pilihan makanan untuk mengetahui mana yang membuat Anda merasa paling bertenaga tanpa merasa kekenyangan.”

Terakhir, dia menyarankan agar tubuh tetap terhidrasi. Sebab, otot yang dehidrasi lebih rentan cedera, dan kekurangan cairan juga bisa mengganggu fokus serta stamina.

“Pesenam muda sering lupa minum, jadi pelatih dan orang tua harus mengingatkan mereka, jangan tunggu sampai mereka merasa haus,” ucap Schaefer.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan