Qatar dan boikot-boikot Piala Dunia di masa lalu 

Di masa lalu, Piala Dunia rutin diboikot karena beragam alasan yang terkesan 'konyol'.

La'eeb, maskot Piala Dunia 2022, diterbangkan di lapangan jelang laga antara Qatar dan Ekuador digelar di Stadion Al Bayt, Kota Al Khor, Qatar Minggu (20/10). /Foto Instagram @fifaworldcup

Spanduk-spanduk itu mulai terlihat bertebaran di stadion-stadion klub sepak bola Jerman sejak Maret lalu. Saat laga-laga di liga domestik tengah berlangsung, spanduk-spanduk itu kerap kedapatan tengah dibentangkan di tribun penggemar. Isi spanduk relatif seragam: Boycott Qatar 2022. 

Dari Jerman, fenomena itu menyebar ke negara-negara Eropa lainnya. Laga-laga domestik di Prancis, Italia, dan Spanyol kerap disemarakkan kehadiran spanduk bertema boikot itu. Secara gamblang, spanduk-spanduk itu menunjukkan bahwa fans sepak bola di Eropa terang-terangan menolak penyelenggaraan Piala Dunia di Qatar. 

"Semakin dekat ke gelaran Piala Dunia, semakin intens pesan-pesan itu disuarakan. Kami punya kesan bahwa sejak dua atau tiga bulan lalu, momentumnya menguat," kata Stefan Schirmer, salah satu inisiator kampanye Boycott Qatar di Eropa, seperti dikutip dari Reuters, pekan lalu. 

Di jagat selebritas, kampanye serupa juga bergulir. Sejak awal tahun lalu, sejumlah selebritas menyuarakan protes terhadap rencana digelarnya pesta sepak bola terbesar itu di Qatar. Dua Lipa, jadi salah satu yang paling vokal. 

Belum lama ini, penyanyi dan penulis lagu asal Inggris itu mengumumkan bahwa ia tidak akan manggung di Piala Dunia. "Saya akan mendukung Inggris dari jauh," kata Lipa dalam salah satu unggahan di akun Instagramnya.