Bawaslu pertanyakan penghentian kasus Slamet Ma’arif

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 menyebut polisi memiliki ruang untuk mengadili meski Slamet tak kunjung hadir dalam pemeriksaan.

Ketua Bawaslu, Abhan, memberikan keterangan kepada wartawan. Robi Ardianto/Aline.id

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan, mempertanyakan dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) terkait kasus yang menjerat Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif. 

Pasalnya, pihaknya menilai kasus tersebut telah melalui prosedur yang benar dengan melewati berbagai tahapan pembahasan oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri atas Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan.

“Ketiga lembaga ini sudah sepakat ada unsur dugaan tindak pidana pemilunya. Seharusnya temuan itu diproses, bahkan penyidik polisi sudah menentukan tersangkanya,” kata Abhan di Media Center Bawaslu, Jakarta Pusat pada Selasa, (26/2).

Tak hanya itu, kata Abhan, Sentra Gakkumdu pun telah menyertakan bukti-bukti terkait kasus yang menjerat Slamet Ma’arif untuk diproses secara hukum lebih lanjut. Bukti-bukti yang disertakan pun disebut Abhan sudah cukup untuk menjerat Slamet.

Adapun ketidakhadiran atau in absentia Slamet Ma’arif untuk menjalani pemeriksaan, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 kepolisian tetap memiliki ruang untuk mengadilinya. Pengertian in absentia adalah upaya mengadili seseorang dan menghukumnya meski yang bersangkutan tak menghadiri proses pemeriksaan atau penyidikan.