Lampu kuning konflik sektarian jelang pencoblosan 

Budiman menengarai sejumlah isu berbau SARA sengaja dimainkan untuk memicu konflik.

Anggota Pasukan Penanggulangan Huru-Hara (PHH) TNI berupaya mempertahankan diri dari demonstran yang mengamuk pada simulasi pengamanan Pemilu di Lapangan Jenderal Sudirman, Lhokseumawe, Aceh, Senin (28/1). Foto Antara

Memasuki tahun politik, sejumlah kegaduhan berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kembali merebak. Politikus PDI-Perjuangan Budiman Sudjatmiko menengarai sejumlah isu memang sengaja 'dimainkan' untuk menciptakan konflik-konflik horizontal pada tahun politik ini. 

Di Bogor, Jawa Barat misalnya, muncul penolakan perayaan Imlek dan Cap Gomeh dari kelompok yang menamai diri Forum Muslim Bogor (FMB). Sedangkan di Solo, Jawa Tengah, sejumlah unjuk rasa digelar untuk memprotes mosaik di jalan depan gedung Balai Kota karena dinilai menyerupai salib.

"Itu seperti bertemunya penyakit-penyakit lama yang belum sembuh dengan politik. Ibarat kanker, belum sembuh sampai akar-akarnya, muncul lagi, berkembang lagi," ujarnya kepada Alinea.id di Gedung Tribrata, Jakarta, Kamis (31/1).

Secara khusus, Budiman menyoroti protes FMB terhadap perayaan Imlek dan Cap Gomeh di Bogor. Menurut dia, protes tersebut tidak beralasan karena Imlek dan Cap Gomeh rutin digelar di Bogor. Biasanya, perayaan dibalut dalam pesta rakyat bertajuk Bogor Street Festival yang mengedepankan nilai-nilai kebudayaan dan kearifan lokal.

Karena itu, Budiman menduga protes FMB merupakan penggiringan isu yang tujuannya memecah belah persatuan. Bahkan, lanjut Budiman, ada indikasi untuk mencederai salah satu pihak dalam pertarungan politik jelang pencoblosan, 17 April mendatang.