Pemilu 2024, kasus politik identitas dan politisasi SARA akan sulit ditangani

permainan politik identitas ataupun politisasi SARA di dalam kontestasi tergolong kampanye hitam (black campaign).

Gedung Bawaslu RI di Jakarta. Google Maps/Badan Pengawas Pemilu RI

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan mengalami kesulitan dalam menangani kasus pelanggaran pemilu berbasis politik identitas ataupun politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Pangkalnya, Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tak memberikan penjelasan yang spesifik.

"Pasal yang mengatur hal ini hanya memuat tentang kampanye yang dilarang menghina, menghasut, mengadu domba, dan menggunakan kekerasan. Tidak ada defenisi dalam penjelasan UU Pemilu sebagai rujukan kita," ujar anggota Bawaslu, Lolly Suhenty. 

Pengawasan atas permainan politik identitas dan politisasi SARA pun bakal sulit dilakukan Bawaslu. Sebab, kinerjanya harus berdasarkan ketentuan di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

"Orang tidak pernah mau tahu kami dibatasi oleh regulasi, yang orang tahu tidak boleh ada politisasi SARA," katanya, melansir situs web Bawaslu.

Lebih jauh, Lolly menerangkan, permainan politik identitas ataupun politisasi SARA di dalam kontestasi tergolong kampanye hitam (black campaign). Ia mudah digunakan bahkan berbiaya murah.