Perppu Pemilu dinilai diskriminasi parpol anyar

"Partai-partai lama akan mendapat banyak keistimewaan dari aturan itu, salah satunya nomor urut masih diingat masyarakat."

Ilustrasi nomor urut parpol dalam Pemilu 2024. Alinea.id/MT Fadillah

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2022 tentang Pemilu. Langkah ini untuk mengakomodasi pelaksanaan kontestasi empat daerah otonomi baru (DOB) di Papua.

Menurut peneliti senior Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Yuri Ardiana, regulasi tersebut diskriminatif dan tidak adil (unfair). Ini tecermin dalam Pasal 179 ayat (3) tentang nomor urut partai politik (parpol).

"Yang mengatur bahwa partai lama bisa tetap menggunakan nomor urut lama, sedangkan partai baru dan partai lama yang tidak menghendaki nomor urut lama dipersilakan mengikuti pengundian ulang nomor urut parpol di KPU (Komisi Pemilihan Umum)," tuturnya, Selasa (13/12).

Yuri berpendapat, aturan ini tampak diskriminatif dan tidak adil lantaran nomor urut menjadi salah satu "angka ajaib (magic number)" bagi parpol guna memenangkan pemilu. Apalagi, nomor urut cukup berpengaruh terhadap efektivitas sosialisasi dan dapat menentukan hasil suara.

"Partai-partai lama yang mendapatkan 'nomor cantik', seperti PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) di nomor 1, Gerindra di nomor 2, atau PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) di nomor 3, Golkar di nomor 4, NasDem nomor 5, akan mendapatkan keuntungan lebih besar dari perppu ini," paparnya.