Ketua KASN: Politik kita kerap menyeret keterlibatan ASN dalam pemilu

Menurut data Bawaslu, dalam rentang waktu 2020-2021 saat digelar pilkada di 270 daerah, pelanggaran netralitas ASN mencapai angka 2.034.

Focus Group Discussion (FGD) bertema "Pancasila: Dinamika dan Tantangan yang Dihadapi?" yang digelar Moya Institute di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (25/5/2023). Foto istimewa

Sistem politik di Indonesia masih membuka celah melibatkan keberpihakan aparatur sipil negara (ASN) dalam Pemilu. ASN pada akhirnya terjebak dalam politik balas budi atau politik balas dendam.

"Politik kita kerap menyeret-nyeret ASN. Ikut salah, gak ikut salah. Jadi, kalau mereka para ASN terbawa-bawa, akan menjadikan kerja birokrasi tidak efektif. Karena yang muncul adalah politik balas budi, politik balas dendam," ujar Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema "Pancasila: Dinamika dan Tantangan yang Dihadapi?" yang digelar Moya Institute di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Menurut data Bawaslu, ungkap Agus, dalam rentang waktu 2020-2021 di mana saat itu digelar pilkada di 270 daerah, pelanggaran netralitas ASN mencapai angka 2.034. Dari jumlah pelanggaran itu, 1.373 ASN di antaranya diberi sanksi pejabat pembina kepegawaian (PPK).

"Kita sudah memasuki tahun politik dan puncaknya tahun depan, itu ada 548 pilkada dan pileg serta pilpres. Potensi kegaduhan akan berlipat ganda. Sekarang jika diikuti media sosial, istilah cebong, kadrun itu masih ada. Dan jika terus berlanjut, itu membahayakan," imbuhnya.

Karenanya Agus menegaskan agar para ASN menempatkan diri pada posisi netral dalam pemilu. “Sebab jika tidak akan mempengaruhi pelayanan publik ke depannya. Hal itu salah satu tantangan yang dihadapi Pancasila, di mana kita masih kerap berpotensi terpecah karena politik," katanya.