sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pileg 2024 membuktikan politikus muda masih sekadar penggembira

Jumlah caleg muda yang lolos ke DPR RI menurun pada Pileg 2024.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Minggu, 28 Apr 2024 11:44 WIB
Pileg 2024 membuktikan politikus muda masih sekadar penggembira

Jumlah calon anggota legislatif (caleg) berusia muda yang lolos ke DPR RI terus menurun. Riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan hanya 87 orang atau sekitar 15% caleg berusia di bawah 40 tahun yang terpilih. Total kursi di DPR untuk periode 2024-2029 sebanyak 580 kursi.

Angka itu turun 1% jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada 2019, tercatat ada 16% anggota DPR RI berusia di bawah 40 tahun yang berkantor di Senayan. Pada periode 2019-2024, tercatat ada 575 anggota DPR.

Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menilai minimnya caleg muda yang lolos DPR pada Pileg 2024 kian mengindikasikan bahwa parpol tidak pernah serius memberikan ruang bagi anak muda untuk berkarya di dunia politik. Parpol hanya mau memberikan dukungan penuh kepada kader muda dari kalangan dinasti politik. 

"Kalau memang kita bukan anak muda yang memiliki kedekatan dengan politik dinasti, sangat sulit untuk mendapatkan ruang dan menjadi prioritas. Cara pandang partai politik memang masih konservatif dan tidak progresif," ucap Neni saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Jumat (26/4).

Sejumlah caleg muda yang lolos ke DPR RI pada Pileg 2024 memang erat dengan dinasti politik. Caleg muda yang lolos, semisal Hillary Brigitta Lasut (Demokrat), Verrel Bramasta (Partai Amanat Nasional/PAN), dan Diah Pikatan Orissa Putri Haprani atau Pinka Haprani (PDI-Perjuangan). Hillary dan Verrel berusia 27 tahun, sedangkan Pinka belum genap berusia 25 tahun. 

Berstatus petahana, Hillary sebelumnya merupakan kader NasDem. Ia adalah putri tunggal Bupati Kepulauan Talaud periode 2019-2024, Elly Engelbert Lasut. Verrel ialah selebritas yang juga putra eks anggota DPR Venna Melinda. Pinka ialah putri dari Ketua DPR RI Puan Maharani. Bertarung di dapil Jateng IV, Pinka mengantongi nomor urut 1. 

Caleg muda lainnya yang lolos dari PAN ialah Putri Zulkifli Hasan atau yang akrab disapa Putri Zulhas. Berusia 35 tahun, Putri bertarung di dapil Lampung 1 dan meraup sekitar 123 ribu suara. Ia adalah putri dari Menteri Perdagangan yang juga Ketum PAN Zulkifli Hasan. Sebagaimana Pinka, Putri juga mengantongi nomor urut 1. 

"Kalaupun ada (rekrutmen dan kaderisasi kader muda) yang terbuka, itu hanya untuk branding partai aja. Tetapi, sama saja. Intinya (parpol) tidak membuka ruang untuk anak muda. Apalagi, mereka yang tidak memiliki modal kapital kuat," ucap Neni.

Sponsored

Minimnya caleg muda yang lolos ke Senayan, menurut Neni, bisa bikin DPR kurang tanggap menggarap kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan anak muda. Di lain sisi, Neni khawatir para legislator muda hanya akan menjadi kameo yang dimanfaatkan politikus tua di parlemen. 

"Sebagai pelengkap yang tidak didengar suaranya sehingga kinerja di publik juga tidak terlihat, dan didominasi oleh kelompok tua. Keterwakilan anak muda di parlemen bisa diintervensi oleh orangtuanya sehingga tidak benar-benar mandiri dalam menentukan sikap dan kebijakan untuk rakyat," ucap Neni.

Segendang sepenarian, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz menilai minimnya caleg berusia muda yang lolos DPR terkait erat dengan kepengurusan di partai yang relatif dikuasai politikus tua. Ada kecenderungan politikus tua tak ingin "lapaknya" di dunia politik dikuasai kader-kader muda. 

"Selain juga karena faktor lain, seperti akses finansial yang rendah untuk bertarung di pemilu. Pengurus partai itu siapa? Ya, politikus senior," kata Kahfi kepada Alinea.id. 

Kahfi melihat politisi tua yang menjabat posisi struktural hanya memberi ruang kepada politikus muda yang memiliki ikatan kekerabatan dinasti politik di parpol. Walhasil, caleg muda yang lolos kebanyakan hanya pesohor, anak pejabat, atau putra-putri petinggi parpol.

"Hal itu bisa dilihat dari komitmen partai itu, semisal apakah pemuda yang menjadi calon itu mendapatkan nomor urut yang bagus atau tidak. Nomor urut 1, 2 atau 3," ucap Kahfi. 

Biaya politik yang mahal juga membuat caleg muda sulit lolos menjadi legislator Senayan. Terlebih, partai kerap menerapkan praktik setoran dengan embel-embel sumbangan kepada partai. Walhasil, kader-kader muda yang tidak memiliki kekuatan finansial hanya sekadar penggembira di parpol dan di jagat politik. 

"Kader yang sumbangannya besar punya kecenderungan semakin berpeluang mendapatkan posisi strategis di partai politik. Lagi-lagi ini rintangan bagi politikus muda yang tidak punya privilese dan tidak punya finansial memadai. Akhirnya, mereka tidak bisa berbuat banyak di partai," kata Kahfi. 

 

Berita Lainnya
×
tekid