Prabowo dan halusinasi kuasa

Prabowo mengklaim kemenangan berdasarkan real count internal.

Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (tengah) bersama Cawapres Sandiaga Uno dan petinggi partai pendukung mengangkat tangan saat mendeklarasikan kemenangannya pada Pilpres 2019 kepada awak media di kediaman Kertanegara, Jakarta, Kamis (18/4). /Antara Foto.

“Saya tegas-tegas di sini menghimbau jangan terpancing, tidak akan kita gunakan cara-cara di luar hukum karena kita sudah menang. Rakyat bersama kita. Ini kemenangan bagi rakyat Indonesia. Saya katakan di sini, saya akan jadi presiden seluruh rakyat Indonesia,” kata calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto saat konferensi pers deklarasi kemenangannya di kediamannya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (17/4) malam.

Malam itu, tak terlihat calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno. Sandi baru terlibat mendampingi Prabowo ketika deklarasi kemenangan di tempat yang sama pada Kamis (18/4) sore.

Di dalam dua pidato kemenangan tersebut, Prabowo mengklaim meraih 62% suara, mengungguli pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, berdasarkan real count internal Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga. Prabowo sendiri tak menyebut nama lembaga survei dan metodologi yang dipakai.

Deklarasi kemenangan ini mengingatkan publik terhadap peristiwa serupa pada Pemilu 2014 lalu. Saat itu, 9 April 2014 sore, bersama tokoh-tokoh yang menjadi koalisinya, Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Radjasa mengklaim kemenangan atas pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Ia menyatakan menang berdasarkan hasil quick count. Padahal, lembaga survei banyak yang menunjukkan keunggulan bagi pasangan Jokowi-JK, yang akhirnya memang menjadi presiden dan wakil presiden periode 2014-2019.