Peristiwa

Peta Google menjadi bisu di Korea Selatan

Namun jika Google atau Apple diberi akses penuh, pangsa pasar mereka bisa tergerus.

Kamis, 03 Juli 2025 21:46

Setiap hari, ratusan penumpang turun di Stasiun Seoul dan membuka Google Maps. Mereka yang melakukan itu selanjutnya pasti tersadar bahwa aplikasi tersebut tidak mendukung petunjuk jalan atau berkendara di Korea Selatan. 

Negara itu, bersama China, Iran, dan Suriah, memang melarang ekspor data peta digital dengan akurasi sentimeter. Banyak pengguna bahkan baru menyadarinya saat kafe favorit mereka tak bisa dicarikan panduan alamat di Google.

Larangan ini bermula sejak era junta militer tahun 1970-an dan diperkuat oleh Pasal 16 Undang‑Undang Manajemen Informasi Geospasial, yang mencegah ekspor data memetakan tanpa persetujuan kabinet penuh. Otoritas menilai peta digital sangat sensitif terhadap keamanan nasional, terutama karena Semenanjung Korea masih secara teknis berada dalam kondisi perang terhenti. Ada kekhawatiran bahwa data 1:5.000—yang menampilkan detail teknis seperti kabel dan pintu—bisa dieksploitasi untuk penargetan presisi, mengingat rentangnya hanya sekitar 40 km utara Seoul.

Larangan ini mirip dengan kebijakan negara lain: Israel memburamkan citra reaktor Dimona, India mengharuskan pemetaan disimpan di server lokal sejak 2021, dan Cina menerapkan standar ketat lewat sistem offset ‘GCJ-02’. Korea menyebut kebijakan ini sebagai keseimbangan: lebih longgar dari China, namun lebih tegas dari AS.

Larangan tersebut memberi ruang bagi peta lokal seperti Naver Map, KakaoMap, dan T Map, yang menguasai hampir 90% trafik domestik. Namun jika Google atau Apple diberi akses penuh, pangsa pasar mereka bisa tergerus. Survei Asosiasi Informasi Geospasial Korea menunjukkan 90% perusahaan kecil lokal menolak ekspor paketan data besar: mereka khawatir kecil jika Google ambil alih infrastruktur backend mereka.

Fitra Iskandar Reporter
Fitra Iskandar Editor

Tag Terkait

Berita Terkait