DPR dan pemerintah diminta segera menyusun regulasi khusus untuk mengatur perkembangan artificial intelligence.
Jumlah pengguna beragam aplikasi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di Indonesia terus meningkat. Pada 2024, akses terhadap beragam AI dari Indonesia diperkirakan mencapai 1,4 miliar kali. Indonesia berada di bawah AS dengan 5,5 miliar akses dan India dengan 2,1 miliar akses.
Persoalannya, penggunaan AI tak selalu untuk hal positif, semisal mengerjakan tugas bagi kalangan mahasiswa atau membantu pekerjaan sehari-hari. Banyak warganet yang justru menggunakan AI untuk menyebar hoaks, menipu dengan teknik deepfake, dan memanipulasi opini publik.
Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya mengatakan perlu ada regulasi khusus terkait AI seiring naiknya intensitas penggunaan AI. Indonesia, kata Alfons, bisa mencontoh langkah negara-negara Eropa dalam meregulasi AI.
"Untuk menghindari dampak negatifnya, kita bisa belajar dari negara yang sudah melakukan pengaturan, terutama Uni Eropa, ya. Kalau Amerika Serikat, (aturannya) agak longgar," ujar Alfons kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Alfons menjelaskan bahwa pendekatan regulasi berbasis risiko yang diterapkan di Uni Eropa melibatkan multisektor, termasuk akademisi, industri, dan masyarakat sipil, untuk mendorong inovasi lokal sembari menjaga etika dan transparansi.