Penggerebekan sarang peredaran narkoba di Bima, NTB, memantik kritik dari berbagai kalangan.
Penggerebekan sarang pengedar narkoba di kawasan tambak Desa Penapali, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (1/5) lalu, memantik polemik. Personel TNI dianggap mengangkangi kewenangan Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) di bidang pemberantasan narkotika.
Pengamat kepolisian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andy Ahmad Zaelany mengatakan kejahatan narkoba memang tergolong prestisius bagi aparat keamanan. Keberhasilan dalam mengatasi kasus-kasus narkoba potensial mendongkrak reputasi dan kredibilitas personel aparat keamanan.
"Seyogyanya, TNI tetap berkoordinasi dengan polisi saat penangkapan bandar narkoba walau di depan mata sekali pun. Kalau memungkinkan, penangkapannya dilakukan bersama polisi agar tidak menyalahi tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dan wewenang," kata Andy kepada Alinea.id, Kamis (7/5).
Sebelumnya, Komandan Pusat Polisi Militer Markas Besar TNI Mayor Jenderal Yusri Yunanto berdalih tidak ada yang salah dalam tindakan personel TNI saat menggagalkan peredaran narkotika di Bima. Personel TNI, kata dia, tergerak karena kejahatan itu terjadi di "depan mata."
"Masa iya kita biarkan? Dalam penanganan awal, tidak apa-apa kita tangkap. Tetapi, kalau pelakunya sipil, ya, diserahkan kepada kepolisian atau kejaksaan,” kata Yusri kepada wartawan di Mabes TNI, Jakarta, Rabu (7/5).