close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tiga terduga pengedar narkotika ditangkap personel TNI di Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (1/5). /Foto dok. TNI
icon caption
Tiga terduga pengedar narkotika ditangkap personel TNI di Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (1/5). /Foto dok. TNI
Peristiwa
Sabtu, 10 Mei 2025 12:23

TNI berantas narkoba: Rebutan "lahan basah"?

Penggerebekan sarang peredaran narkoba di Bima, NTB, memantik kritik dari berbagai kalangan.
swipe

Penggerebekan sarang pengedar narkoba di kawasan tambak Desa Penapali, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (1/5) lalu, memantik polemik. Personel TNI dianggap mengangkangi kewenangan Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) di bidang pemberantasan narkotika. 

Pengamat kepolisian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andy Ahmad Zaelany mengatakan kejahatan narkoba memang tergolong prestisius bagi aparat keamanan. Keberhasilan dalam mengatasi kasus-kasus narkoba potensial mendongkrak reputasi dan kredibilitas personel aparat keamanan. 

"Seyogyanya, TNI tetap berkoordinasi dengan polisi saat penangkapan bandar narkoba walau di depan mata sekali pun. Kalau memungkinkan, penangkapannya dilakukan bersama polisi agar tidak menyalahi tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dan wewenang," kata Andy kepada Alinea.id, Kamis (7/5).

Sebelumnya, Komandan Pusat Polisi Militer Markas Besar TNI Mayor Jenderal Yusri Yunanto berdalih tidak ada yang salah dalam tindakan personel TNI saat menggagalkan peredaran narkotika di Bima. Personel TNI, kata dia, tergerak karena kejahatan itu terjadi di "depan mata."

"Masa iya kita biarkan? Dalam penanganan awal, tidak apa-apa kita tangkap. Tetapi, kalau pelakunya sipil, ya, diserahkan kepada kepolisian atau kejaksaan,” kata Yusri kepada wartawan di Mabes TNI, Jakarta, Rabu (7/5). 

Dalam siaran pers yang tayang di tni.mil.id, dijelaskan bahwa personel TNI di Bima melakukan penggerebekan karena ada laporan dari warga setempat. Operasi penangkapan para pelaku dipimpin langsung oleh Danramil 1608-04/Woha Kapten Iwan Susanto dan Pasi Intel Kapten Inf. Bambang Herwanto. 

TNI, kata Andy, bisa saja berdalih sudah berkoordinasi dengan kepolisian setempat dalam mengungkap kasus-kasus peredaran narkotika. Namun, perlu diwaspadai ada motif lain dalam keterlibatan personel TNI menggarap kasus-kasus narkoba. 

"Ada oknum-oknum pejabat yang kabarnya jadi beking dari peredaran atau perdagangan narkoba, seperti kasus mantan Kapolda di Sumatera Barat (Irjen Teddy Minahasa)," kata Andy. 

Andy mengatakan budaya beking-membeking dalam kejahatan narkoba sudah lazim di kalangan aparat keamanan. Peredaran narkotika masuk dalam wilayah underground market atau pasar gelap yang para pelakunya bisa cepat kaya.

"Yang perlu dikontrol adalah narkoba yang diperoleh dari penangkapan. Jangan sampai disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu, misalnya dikonsumsi sendiri atau dijual ulang sendiri oleh aktor-aktor tersebut yang mungkin saja justru pihak yang punya wewenang," kata Andy. 

Ketua Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) Arthur Josias Simon Runturambi berpendapat personel TNI tidak berwenang mengurusi kejahatan narkotika. 

"Mungkin apa yang dilakukan prajurit TNI di atas karena mungkin saja kejadiannya terindikasi ada melibatkan pihak oknum militer (oknum tertentu) sebagai harus segera ditangani langsung agar tidak lepas," kata Josias kepada Alinea.id. 

Josias pun mempertanyakan kenapa TNI begitu getol belakangan menangani kejahatan narkotika. Meskipun mendapatkan laporan dari warga, TNI semestinya berkoordinasi dengan kepolisian. 

"Sebaiknya memang, ke depan, bila ada indikasi seperti itu harus ada kolaborasi sinergis kelembagaan agar tepat sasaran," kata Josias. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan