Alasan Hakim MK Arief Hidayat usul pemilu terbuka terbatas pada dissenting opinion

Menurutnya, secara umum isu tersebut, harus melihat dari perspektif ideologis filosofis dan sosiologis yuridis.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Foto setkab.go.id

Terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan MK tentang sistem proporsional tetap terbuka dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Hal itu tertuang dalam sidang putusan perkara 114/PUU-XX/2022 Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Putusan berbeda disampaikan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Menurutnya, secara umum isu tersebut, harus melihat dari perspektif ideologis filosofis dan sosiologis yuridis. Namun, dirinya hanya menyampaikan dari perspektif pertama karena yang kedua sudah dianggap dibacakan.

Ia merujuk pada rapat BPUPK maupun PPKI terkait konsep demokrasi yang diwariskan para pendiri negara. Contohnya pada rapat BPUPK pada 1 Juni 1945. Saat itu, Sukarno menyampaikan karakter demokrasi berdasarkan sila keempat tidak sama dengan demokrasi barat.

Selain pendapat Sukarno, ada juga pandangan Mohammad Hatta dan pidato Agus Salim dalam pidato di hadapan BPUPK pada 11 Juli 1945.

“Dari beberapa pandangan para pendiri bangsa mengenai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, tampak jelas semuanya menolak konsep demokrasi liberal dan paham individualisme yang dalam ekonomi akan melahirkan kapitalisme dan dalam lapangan politik melahirkan kolonialisme,” katanya dalam sidang, di Gedung MK, Kamis (15/6).