Aturan ketat pembatasan massa rawan picu konflik

Penyelenggara harus berani menindak pelanggar aturan pilkada.

Logo Komisi Pemilihan Umum/Foto kpu.go.id

Pembatasan massa secara ketat dalam metode kampanye seperti diatur Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19, dinilai berpotensi melahirkan perselihan.

"Sebab, memasuki tahapan Pilkada 2020 ke depan, massa yang hadir sudah terhitung sebagai massa politis, dan itu menjadikan penerapan aturan semakin rawan berujung pada konflik," kata Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Rifqi Rachman, dalam keterangannya, Kamis (24/9).

Merujuk pada PKPU, pertemuan bagi peserta pemilu masih diizinkan pada tahap kegiatan pilkada, seperti debat publik. Hal itu tercantum dalam Pasal 57 PKPU Nomor 13 tahun 2020.

Dalam Pasal 59, debat publik wajib dihadiri oleh pasangan calon (paslon), 2 orang perwakilan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota, 4 orang Tim Kampanye paslon, dan 7 atau 5 orang anggota KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota. Pelaksanaanya, wajib menerapkan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Kendati demikian, Rifqi menyarankan agar pemerintah daerah tegas untuk menindak peserta pemilih yang melanggar PKPU. Pasalnya, kewenangan tersebut telah diatur dalam Pasal 88F PKPU Nomor 13 Tahun 2020.