Dari Wadas hingga Rempang: Bagaimana tren konflik agraria di pengujung era Jokowi

Konflik agraria meletup di berbagai daerah jelang Pemilu 2024. Pemberlakuan UU Ciptaker dituding jadi salah satu faktor penyebabnya.

Ilustrasi aksi unjuk rasa terkait konflik agraria. /Foto Instagram @tanahuntukrakyat

Jelang Pemilu 2024, konflik-konflik agraria terus meletup di berbagai daerah. Per November 2023, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomnaHAM) mencatat setidaknya ada 900 aduan publik mengenai konflik agraria. 

Sebelummya, sepanjang semester pertama 2023, tercatat ada 692 kasus bernuansa konflik agraria yang diadukan ke lembaga tersebut. Artinya, ada empat kasus konflik agraria yang pecah setiap harinya. 

"Trennya naik setiap tahun terutama sejak diberlakukannya omnibus law (Undang-Undang Cipta Kerja/UU Ciptaker) yang memberikan peluang penguasaan lahan hingga 90 tahun. Kedua, karena program strategis nasional (PSN) yang menyebabkan land grabbing di mana-mana," kata Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan kepada Alinea.id, Kamis (23/11).

Setidaknya ada dua kasus konflik agraria besar yang mencuat ke publik. Pertama, rencana pengusiran warga di di 16 kampung di Rempang, Riau. Konflik itu mengemuka pada awal September 2023. KomnasHAM telah menemukan indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan aparat terhadap warga lokal yang menolak direlokasi. 

Di kawasan itu, pemerintah menggandeng perusahaan swasta bakal membangun Rempang Eco-City. Perwakilan warga Rempang sempat melakukan aksi demonstrasi di Kota Batam. Aksi unjuk rasa itu disambut tindakan represif oleh aparat keamanan. Bentrokan antara warga dan aparat pun tak terhindarkan.