DPR kaji ulang Perja restorative justice

Restorative justice diharapkan mampu menyelesaikan perkara tindak pidana ringan.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Foto: dpr.go.id

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan, pihaknya akan mengkaji ulang Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 terkait Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Dasco mengakui Perja restorative justice ini sebenarnya disambut baik banyak kalangan, termasuk yang mengkritisi.

"Oleh karena itu kita juga perlu melakukan kajian-kajian bagaimana menyikapi soal Perja ini, sehingga dapat berjalan dan dilakukan dengan baik. Kita tahu hukum di Indonesia, terkadang kan ada yang kemudian dikriminalisasi. Nah, dalam hal ini restorative justice perlu dilakukan," kata Dasco kepada wartawan, Rabu (9/3).

Politikus Partai Gerindra menjelaskan adanya keterlibatan pihak lain di luar Kejaksaan pada proses penegakan hukum. Menurutnya, restorative justice juga telah menjadi program dari Kepolisian Republik Indonesia.

Perja terkait keadilan restoratif tersebut kembali mencuat setelah Jaksa Agung mengungkapkan wacana bahwa tidak diperlukan lagi penegakan hukum terhadap korupsi dengan angka di bawah Rp50 juta dan bisa diselesaikan dengan pengembalian kerugian. Pernyataan tersebut kemudian menuai polemik karena dianggap akan bertentangan dengan Pasal 4 dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Menurut Kejaksaan Republik Indonesia, kebijakan restorative justice diharapkan mampu menyelesaikan perkara tindak pidana ringan (Tipiring) tanpa ke meja hijau.