Umumkan ibu kota baru, Jokowi dikritik tak izin ke DPR

Rencana pemindahan ibu kota harus diawali revisi UU Ibu Kota Negara.

Presiden Joko Widodo berjalan seusai memberikan keterangan pers terkait rencana pemindahan Ibu Kota Negara di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8). /Antara Foto

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyayangkan langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kawasan yang bakal menjadi ibu kota baru Indonesia. Menurut Fahri, seharusnya Jokowi minta izin terlebih dahulu kepada DPR sebelum mengumumkan calon ibu kota baru. 

"Terus terang saya menyayangkan kurangnya ahli tata negara di sekitar Presiden itu sehingga Presiden tidak menjalankan suatu proses ketatanegaraan yang resmi. Proses ketatanegaraan yang lazim itu kan ada tahapannya," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/8). 

Dijelaskan Fahri, pemindahan ibu kota baru harus diawali revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU Ibu Kota Negara). Namun demikian, hingga kini Jokowi belum mengirimkan surat resmi kepada DPR yang isinnya meminta revisi UU tersebut. 

"Lalu harus melakukan sosialisasi pada tingkat pemerintah. Barulah dia bicara dengan DPR di komisi-komisi, di mana undang-undang itu harus diubah sebab undang-undang yang harus diubah untuk perpindahan ibu kota itu ada lebih dari 8 (undang-undang) dalam kajian sementara yang saya temukan," tutur Fahri.

Menurut Fahri, merevisi UU tidak mudah. Pasalnya, revisi perlu diawali kajian dan naskah akademik yang disepakati DPR dan pemerintah terlebih dahulu. "Saya sudah lihat paper-nya segala macam, enggak ada (kajian)," kata dia.