Muktamar PPP menghasilkan dualisme kepemimpinan. Satu kubu menetapkan Mardiono sebagai ketua umum. Kubu lainnya menyokong Agus Suparyanto.
Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke-X yang digelar di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (27/9) melahirkan dualisme kepemimpinan. Sebagian kader sepakat menunjuk kembali Mardiono sebagai Ketua Umum PPP. Kelompok lainnya menyepakati eks Menteri Perdagangan Agus Suparmanto sebagai nahkoda baru partai berlambang kakbah itu.
Perpecahan di tubuh PPP muncul setelah pemimpin sidang Muktamar X PPP Amir Uskara mengumumkan Mardiono terpilih secara aklamasi sebagai Ketum PPP. Uskara mengklaim Mardiono telah didukung oleh 1.304 muktamirin atau pemilik hak suara dan jadi satu-satunya calon yang hadir di muktamar.
Dalam jumpa pers usai muktamar, Mardiono berdalih penetapan ketua umum digelar lebih cepat dari jadwal karena sudah ada gelagat akan terjadi keributan dalam muktamar. Berdasar AD/ART partai, proses penetapan ketum bisa dipercepat jika terjadi kondisi yang dianggap darurat.
"Sebagaimana yang diatur dalam pasal 11 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, maka proses bisa dipercepat dan kemudian ini kita anggap sebagai penyelamatan dalam kondisi situasi yang sangat darurat," kata Mardiono.
Pembukaan Muktamar X PPP memang diwarnai kericuhan. Adu mulut hingga saling lempar kursi terjadi antara dua kubu saat Mardiono berpidato membuka muktamar. Kericuhan bermula saat ada kelompok yang menyerukan agar Mardiono melanjutkan kepemimpinan di PPP. Teriakan itu direspons kelompok kontra terhadap Mardiono dengan menyerukan perubahan.