close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kampanye pemilu PPP. /Foto Antara
icon caption
Ilustrasi kampanye pemilu PPP. /Foto Antara
Politik
Senin, 29 September 2025 11:05

Duduk perkara dualisme kepemimpinan di tubuh PPP

Muktamar PPP menghasilkan dualisme kepemimpinan. Satu kubu menetapkan Mardiono sebagai ketua umum. Kubu lainnya menyokong Agus Suparyanto.
swipe

Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke-X yang digelar di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (27/9) melahirkan dualisme kepemimpinan. Sebagian kader sepakat menunjuk kembali Mardiono sebagai Ketua Umum PPP. Kelompok lainnya menyepakati eks Menteri Perdagangan Agus Suparmanto sebagai nahkoda baru partai berlambang kakbah itu. 

Perpecahan di tubuh PPP muncul setelah pemimpin sidang Muktamar X PPP Amir Uskara mengumumkan Mardiono terpilih secara aklamasi sebagai Ketum PPP. Uskara mengklaim Mardiono telah didukung oleh 1.304 muktamirin atau pemilik hak suara dan jadi satu-satunya calon yang hadir di muktamar.

Dalam jumpa pers usai muktamar, Mardiono berdalih penetapan ketua umum digelar lebih cepat dari jadwal karena sudah ada gelagat akan terjadi keributan dalam muktamar. Berdasar AD/ART partai, proses penetapan ketum bisa dipercepat jika terjadi kondisi yang dianggap darurat.

"Sebagaimana yang diatur dalam pasal 11 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, maka proses bisa dipercepat dan kemudian ini kita anggap sebagai penyelamatan dalam kondisi situasi yang sangat darurat," kata Mardiono.

Pembukaan Muktamar X PPP memang diwarnai kericuhan. Adu mulut hingga saling lempar kursi terjadi antara dua kubu saat Mardiono berpidato membuka muktamar. Kericuhan bermula saat ada kelompok yang menyerukan agar Mardiono melanjutkan kepemimpinan di PPP. Teriakan itu direspons kelompok kontra terhadap Mardiono dengan menyerukan perubahan. 

Penetapan Mardiono sebagai Ketum PPP ditolak sebagian peserta Muktamar. Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhamad Romahurmuziy alias Romy menyatakan penetapan Mardiono itu tidak sah. Menurut dia, muktamar belum menetapkan Ketum PPP yang baru. 

"Adanya berita sekitar pukul 21.22 WIB yang menyebutkan bahwa Mardiono terpilih secara aklamasi adalah palsu, klaim sepihak, tidak bertanggung jawab, dan merupakan upaya memecah belah Partai Persatuan Pembangunan," ujar Romy lewat keterangan tertulis, Ahad (28/9). 

Muktamar ke-X PPP, kata Romy, masih berlangsung hingga pukul 22.30 WIB. Semula, muktamar bahkan dijadwalkan digelar selama tiga hari, yakni hingga 29 September 2025.

Sebagian kader, termasuk Romy, menetapkan calon lain sebagai ketua umum terpilih PPP, yakni Agus Suparmanto. "Telah terpilih Agus Suparmanto bersama 12 orang formatur yang mewakili DPP dan DPW PPP seluruh Indonesia yang akan mulai bekerja mulai malam ini," ujar Rommy. 

Di akun Instagramnya, Rommy juga mengunggah foto Mardiono dengan loyalisnya di PPP di sebuah kamar hotel. Penjelasan foto pada itu cukup menohok. 

"Ini Muktamar atau mau ngamar? Setelah kabur dari arena muktamar, mengumumkan aklamasi dari kamar. Kalau pun dagelan, ini dagelan tingkat dewa," ujar Rommy. 

Ketua Umum PPP Mardiono berfoto bersama loyalisnya di sebuah kamar hotel di Ancol, Jakarta, September 2025. /Foto Instagram @romahurmuziy

Fenomena berulang 

Ini bukan kali pertama PPP terbelah. Menjelang Pilpres 2014, dualisme kepemimpinan juga lahir di tubuh PPP dan melibatkan Romy. Kala itu, Romy menolak sikap Ketua Umum PPP Surya Dharma Ali yang mendukung pencalonan Prabowo Subianto di Pilpres 2024. 

Sebagai bentuk protes, Romy lantas menginisiasi rapimnas di Jakarta yang dihadiri 26 Ketua DPW dan 25 pengurus pusat. Hasilnya, Suryadharma Ali resmi diturunkan sebagai Ketum PPP. 

Dualisme kepengurusan berulang setelah sebagian kader PPP menggelar muktamar di Ancol pada 2 November 2014. Muktamar itu menetapkan Djan Faridz sebagai Ketum PPP yang baru. Muktamar itu merupakan tandingan dari muktamar kubu Romy yang digelar sebulan sebelumnya. 

Dualisme itu akhirnya berakhir di tangan Mahkamah Agung (MA) lewat peninjauan kembali (PK) pada 2017. MA menyatakan kepemimpinan Romy sebagai struktur kepengurusan PPP yang sah setelah kedua kubu sebelumnya sepakat untuk islah. 

Kian terpuruk? 

Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI) Fernando Emas berpendapat kembali munculnya dualisme kepemimpinan di tubuh PPP akan bikin parpol itu kian terpuruk. Jika tak segera dibenahi, ia memprediksi PPP bakal kembali gagal mendudukkan kader mereka di Senayan. 

“Pada pemilu 2029 yang akan datang, maka sangat mungkin PPP akan tetap tidak memiliki kursi di DPR RI dan akan kehilangan banyak kursi di DPRD,” kata Fernando kepada wartawan di Jakarta, Minggu (28/9). 

Perpecahan di tubuh PPP jadi bahan pergunjingan warganet. Salah satu warganet menyarankan PPP agar berganti nama menjadi "Partai Pasti Pecah". Ada pula yang menilai elite-elite PPP kini hanya sibuk mencari kuasa dan duit. 
  

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan