close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Politikus senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Zainut Tauhid Saadi. /Foto Instagram @zainuttauhidsaadi
icon caption
Politikus senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Zainut Tauhid Saadi. /Foto Instagram @zainuttauhidsaadi
Politik
Selasa, 03 Juni 2025 12:06

Misi muskil membangun koalisi parpol Islam ala PPP

Saat ini, sejumlah nama menguat jadi kandidat calon ketua umum PPP.
swipe

Politikus senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Zainut Tauhid Sa'adi melempar wacana koalisi parpol Islam nonparlemen. Ketimbang menawarkan PPP sebagai "barang dagangan" ke pengusaha dan elite-elite nasional jelang muktamar, Zainut berpendapat akan lebih baik jika PPP fokus mengonsolidasi kekuatan politik lewat pembentukan koalisi parpol Islam. 

"Masalah ketua umum memang penting, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik kepada PPP yang mengaku sebagai representasi politik Islam di Indonesia," kata Zainut dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Senin (2/5). 

Selain PPP, ada tiga parpol bernafaskan Islam yang tak lolos ke parlemen dalam Pileg 2024, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Ummat, dan Partai Gelora. Partai Gelora dan PBB merupakan bagian dari koalisi parpol pendukung Prabowo-Gibran sejak era Pilpres 2024. 

Desember lalu, Partai Ummat juga menyatakan dukungan terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Pada Pilpres 2024, partai yang didirikan Amien Rais untuk mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN). 

"Sekarang merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konsolidasi politik Islam di Indonesia, dan seharusnya elit PPP yang memelopori gerakan itu," kata Zainut. 

Saat ini, sudah ada sejumlah kandidat yang meramaikan bursa calon ketua umum PPP, semisal Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, pelaksana Ketua Umum PPP Mardiono, dan eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) juga sempat diusulkan jadi caketum PPP. 

Analis politik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Ahmad Sabiq menilai wacana pembentukan koalisi parpol Islam nonparlemen digagas Zainut demi memuluskan jalan PPP kembali ke Senayan. Harapannya, PBB dan kawan-kawan melebur ke PPP. 

"Ini karena mereka (PPP) enggak lolos parlemen. Ini adalah kali pertama PPP tersingkir dari parlemen dan itu sangat menyakitkan bagi PPP yang selama ini selalu eksis," kata Sabiq kepada Alinea.id, Senin (3/6).

Pada Pileg 2024, PPP tak lolos ambang batas parlemen sebesar 4%. PPP hanya meraup 5.878.777 suara dari 84 daerah pemilihan (dapil). Dibandingkan dengan total jumlah suara sah yang mencapai 151.796.630 suara, PPP hanya mengoleksi 3,87% suara. 

"Harapannya usulan koalisi itu diterima agar nantinya menjadi suara-suara yang bisa dikumpulkan paling tidak bisa memenuhi parliamentary threshold," kata Sabiq.

Namun demikian, Sabiq pesimistis usul koalisi yang digagas PPP itu diterima parpol-parpol Islam nonparlemen lainnya. Setiap parpol, kata dia, punya kepentingan dan posisi tawar masing-masing. "Apalagi yang kakinya sudah berada di kekuasaan," kata Sabiq. 

Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Kholidul Adib mengatakan gerakan politik Islam yang terformalisasi dalam bentuk parpol terbagi dalam tiga kategori. Pertama, kelompok Islam formalistik yang diwakili PPP, PBB, Partai Ummat dan Partai Gelora. 

Kedua, Islam sekurlaristik yang diwakili PDI-Perjuangan, Golkar, Nasdem, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat. Terakhir, Islam substansialistik yang diwakili Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).  

"Sayangnya partai-partai yang menjadikan Islam formalistik pada pemilu 2024 tidak ada yang lolos ke parlemen. Ini menandakan ideologi Islam formal kurang mendapat dukungan politik dari umat. Sekarang ini, yang dibutuhkan masyarakat adalah solusi konkret dari elite partai dalam menjawab berbagai persoalan bangsa," kata Kholid kepada Alinea.id, Senin (3/6).

Kholid menilai partai Islam formal belum cukup memiliki kemampuan menjawab berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini, semisal kemiskinan dan pengangguran. Jualan ideologi tak lagi laku di era pasar bebas politik seperti saat ini. 

"Apalagi masyarakat sekarang cenderung pragmatis dan permissif. Mereka mau gabung dengan partai apa  saja asal saat pemilu diberi bantuan atau amplop dan tidak lagi melihat ideologi partai," kata Kholid. 

Supaya dilirik publik, Kholid berpendapat parpol-parpol Islam perlu berbenah. Selain memperkuat keuangan parpol, PPP dan kawan-kawan juga harus menjual gagasan dan program yang lebih relevan di kalangan konstituen mereka. 

"Jika partai Islam formalis hanya sibuk mengusung isu formalisasi syariat dan penerapan hukum Islam sebagai janji kampanye, maka akan susah untuk mendulang suara. Tetapi, jika mereka memberi solusi atas kemiskinan dan pengangguran umat, maka ada harapan untuk dapat suara maksimal," kata Kholid.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan