GBHN jangan jadi alat kebiri hak rakyat

Wacana menghidupkan kembali GBHN dikhawatirkan jadi kedok mengembalikan MPR jadi lembaga tertinggi negara.

Politikus senior Partai Golkar Akbar Tandjung (tengah) dalam diskusi membahas wacana menghidupkan kembali GBHN di Hotel Sofyan, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/9). Alinea.id/Fadli Mubarok

Politikus senior Partai Golkar Akbar Tandjung mengatakan, rencana menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) perlu diwaspadai oleh para elite politik dan publik. Ia khawatir rencana itu hanya kedok untuk mengembalikan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara. 

"Baiknya kita jangan lagi menjadi MPR sebagi lembaga tertinggi negara. Karena nanti bisa jadi pemilihan presiden kembali dipilih MPR. Padahal, rakyat sekarang sudah ada pada posisi kedaulatan, termasuk dalam menentukan Presiden," ujar Akbar dalam diskusi di Hotel Sofyan, Jakarta Pusat, Rabu (4/9).

Jika tetap direalisasikan, Akbar menyarankan agar penyusunan GBHN tidak diserahkan kepada MPR saja. Lembaga-lembaga lain juga perlu dilibatkan dalam penyusunan haluan negara. "Nanti bisa disepakati melalui undang-undang sesuai kesepakatan bersama," ujar dia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Kedai Kopi Hendri Satryo rencana menghidupkan kembali GBHN via amendemen konstitusi tidak mendesak. Hendri malah curiga wacana itu diembuskan untuk 'menguliti' program-progam Jokowi yang dianggap gagal dalam Nawacita. 

"Atau rencana ini menjadi bentuk kekecewaan terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) semata. Atau ada keinginan lain yang kaitannya dengan (Pemilu) 2024. Ini justru yang menarik harus kita kritisi," ujar dia.