Gerindra: Penolakan Presiden tak pengaruhi revisi KUHP

Revisi KUHP bisa tetap disahkan di rapat paripurna dan sah menjadi UU meskipun ditolak pemerintah.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) menyampaikan tanggapan pemerintah tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) saat rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/9). /Antara Foto

Anggota Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengatakan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) seharusnya tetap disahkan dalam rapat paripurna DPR. Pasalnya, pemerintah sudah terlanjur menyepakati substansi RKUHP di rapat tingkat pertama. 

"Karena pada tingkat satu, perbedaan itu harusnya ada. Perbedaan itu difinalkan di paripurna. Kalau di tingkat pertama sudah selesai tanpa ada catatan dan menteri sudah tandatangan, ketua-ketua komisi sudah tanda tangan, kan sudah selesai," kata Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9).

Revisi KUHP sedianya akan disahkan dalam sidang paripurna, Selasa (24/9) besok. Namun, Presiden Jokowi meminta DPR menunda pengesahan. Walhasil, RKUHP tidak jadi dijadwalkan untuk diketuk palu pada rapat paripurna. 

Menurut Desmond, penolakan Presiden seharusnya tak memengaruhi rencana DPR mengesahkan RKUHP. Sesuai UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU tetap menjadi UU meskipun ditolak Presiden. 

"Kalau menunda itu menolak, baru fraksi-fraksi itu akan berkomentar lain. Tapi, kalau menunda dalam rangka kebaikan, kenapa tidak kita sepakati tunda paripurna? Kapan? Apakah diselesaikan oleh periode ini atau kita ikut dengan revisi UU MD3, (supaya bisa) carry over," jelasnya.